Kamis, 30 Mei 2024 - 11:45 WIB
Jurnalis se-Kota Parepare menyuarakan menolak Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran yang tengah dalam pembahasan di DPR RI.
Artikel.news, Parepare -- Jurnalis se-Kota Parepare menyuarakan menolak Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran yang tengah dalam pembahasan di DPR RI.
Suara penolakan itu diaspirasikan dalam aksi damai para jurnalis di pelataran DPRD Parepare, Kamis (30/5/2024).
Dalam orasinya, para jurnalis tegas menolak RUU Penyiaran karena akan mengancam kebebasan pers, terutama tentang pasal pelarangan jurnalisme investigasi.
"Kami Aliansi Jurnalis Parepare menyatakan menolak RUU Penyiaran, karena itu mengancam kebebasan pers dan kebebasan berekspresi. Terutama pasal pelarangan jurnalisme investigasi, padahal faktanya banyak kejahatan terbongkar karena jurnalisme investigasi," tegas jurnalis dalam orasinya.
Jurnalis mengungkapkan, pentingnya penolakan RUU Penyiaran ini bukan hanya untuk jurnalis atau media, tapi juga bagi masyarakat luas terkait haknya untuk mendapatkan informasi yang benar berdasarkan fakta.
"Terlebih lagi Komisi I DPR RI membahas RUU ini tanpa melibatkan organisasi pers dan masyarakat sipil, itu ada apa. Ini sama saja dengan kemunduran demokrasi, membungkam pers dengan memaksakan kehadiran UU Penyiaran," ungkap jurnalis.
Bentuk aksi penolakan juga dilakukan jurnalis dengan berjalan mundur memasuki area Gedung DPRD Parepare, sebagai pertanda mundurnya demokrasi dengan RUU Penyiaran tersebut.
Aspirasi para jurnalis diterima langsung Ketua DPRD Parepare, Kaharuddin Kadir. Kaharuddin pun tegas menyatakan mendukung sepenuhnya aksi jurnalis yang menolak RUU Penyiaran.
Bahkan Kaharuddin berjanji akan membawa langsung aspirasi jurnalis ke DPR RI, menghadap ke komisi terkait untuk menunjukkan keseriusan DPRD Parepare dalam memperjuangkan dan mengawal aspirasi para jurnalis.
"Kami atas nama Pimpinan DPRD mewakili DPRD Parepare mendukung sepenuhnya aspirasi penolakan RUU Penyiaran ini. Kebebasan pers tidak boleh dibatasi, karena itu kebebasan pers khususnya dalam investigasi harus diberi ruang seluas-luasnya agar masyarakat mendapatkan informasi sebenar-benarnya berdasarkan fakta. Kami siap membawa langsung aspirasi ini ke DPR RI, dan menghadap langsung ke komisi terkait," kata Kaharuddin, meyakinkan.
Dalam kesempatan itu, para jurnalis kompak menandatangani petisi menolak RUU Penyiaran, dan menyerahkan ke Ketua DPRD sebagai pertanda aspirasi untuk dibawa ke tingkat pusat. RUU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran ini menjadi sorotan.
Draf revisi Undang-Undang Penyiaran yang terbaru tersebut kontroversial karena dianggap akan mengancam kebebasan pers, membatasi informasi publik, hingga membatasi keberagaman konten di ruang digital.
Pasal 50 B Ayat (2) dalam RUU Penyiaran dinilai akan mengancam kebebasan pers. Pasal itu memuat Standar Isi Siaran (SIS) yang salah satu poinnya adalah huruf c, melarang penayangan eksklusif jurnalisme investigasi.
Poin pelarangan ini tumpang tindih dengan Pasal 4q UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Pasal yang lahir pascareformasi ini menegaskan bahwa tidak ada lagi ruang untuk tindakan penyensoran, pemberedelan, atau pelarangan karya jurnalistik, termasuk liputan jurnalisme investigasi.
Masih dalam pasal yang sama, pada Huruf g juga disebutkan, SIS akan mencakup larangan penayangan isi siaran dan konten siaran yang menyajikan perilaku homoseksual, biseksual, dan transgender (LGBT).
Poin ini tidak berperspektif gender, ruang-ruang berekspresi akan semakin sempit dan membuat kerja-kerja jurnalistik menjadi tidak inklusif.
Laporan | : | Wahyu |
Editor | : | Ruslan Amrullah |