Sabtu, 10 Mei 2025 - 21:49 WIB
Kakak beradik asal Palembang, Sumsel, berinsial I dan MD meraup untung lebih dari Rp100 juta dari sextortion atau tindak pidana pemerasan disertai ancaman penyebaran konten seksual, dengan modus video call sex (VCS).(Istimewa)
Artikel.news, Jakarta - Kakak beradik asal Palembang, Sumsel, berinsial I dan MD meraup untung lebih dari Rp100 juta dari sextortion atau tindak pidana pemerasan disertai ancaman penyebaran konten seksual, dengan modus video call sex (VCS).
Kasubdit IV Direktorat Reserse Siber Polda Metro Jaya AKBP Herman mengungkapkan, keuntungan itu merupakan akumulasi selama tindak kejahatan berlangsung, yakni mulai pertengahan tahun 2024.
“Pengakuannya Rp100 juta dan digunakan untuk kehidupan sehari-hari,” kata Herman, dikutip dari Kompas.com, Sabtu (9/5/2025).
Dalam kasus ini, puluhan pria menjadi korban I dan MD. Namun, Herman tidak menampik bahwa ada juga perempuan yang turut menjadi korban.
Dari puluhan korban, baru satu yang membuat laporan polisi (LP) di Polda Metro Jaya. Sisanya, mereka khawatir identitasnya terbongkar.
“Terhadap kejahatan dengan modus operandi ini sangat sering terjadi, namun tidak banyak korban yang mau melaporkan tindak pidana tersebut, karena sangat sensitif terdapat konten intim atau privasi pribadi,” ujar Herman.
Peristiwa bermula saat MD bermain aplikasi Bigo dah mengunggah konten-konten yang bersifat erotis untuk memancing korban.
“Jadi dia berpura-pura seolah-olah menjadi sosok seorang perempuan yang cantik, sehingga nanti akan ada korban yang tertarik untuk berkomunikasi dan melakukan pertemanan,” kata Herman.
Setelah tertarik dan berkomunikasi melalui Direct Message Bigo, percakapan pelaku dan korban berlanjut ke Telegram. Pada kesempatan ini, pelaku membujuk dan merayu korban untuk VCS.
“(Saat VCS) handphone tersebut diarahkan ke video yang diputar dengan handphone lain, yang video tersebut memutar sosok seorang perempuan yang bersifat vulgar,” ujar Herman.
“Mengajak korbannya untuk melakukan video call yang sifatnya pribadi atau intim, sehingga menunjukkan organ-organ intim pada si korban,” tambahnya.
Namun, korban tidak menyadari bahwa pelaku merekam aktivitas VCS tersebut. Rekaman pribadi itu kemudian digunakan oleh MD untuk memeras korban.
“Jika korban tidak menuruti apa yang diminta oleh pelaku, maka pelaku akan mengancam menyebarkan video tersebut kepada keluarga ataupun rekan-rekan terdekat korban,” ungkap Herman.
Pasalnya, sebelum melakukan pemerasan, pelaku terlebih dahulu mengumpulkan berbagai informasi tentang korban untuk memperlancar aksinya.
Laporan | : | Supri |
Editor | : | Ruslan Amrullah |