Kamis, 24 November 2022 - 17:09 WIB
Ketua Umum HIPMI terpilih Akbar Himawan Buchari.(Foto: Tribunnews.com)
Artikel.news, Solo - Akbar Himawan Buchari terpilih sebagai Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) periode 2022-2025.
Politisi Partai Golkar itu meraih suara terbaik dalam Musyawarah nasional atau Munas HIPMI di Hotel Alila Solo, Jawa Tengah, pada Rabu (23/11/2022) malam.
Anggota DPRD Sumatra Utara Fraksi Partai Golkar ini mengalahkan kedua rivalnya Bagas Adhadirgha dan Anggawira.
Akbar Himawan meraih suara terbaiknya sebanyak 92 suara. Ia unggul atas Bagas Adhadirgha dengan 68 suara serta Anggawira yang tidak mendapat suara sama sekali.
Akbar akan melanjutkan estafet kepemimpinan Mardani Maming yang tersandung kasus korupsi di Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK.
Dilansir dari Tribunnews.com, Akbar sebelumnya merupakan Wakil Ketua Umum BPP HIPMI dan juga pernah menjadi Ketua Umum BPD HIPMI Sumut.
Pria kelahiran Medan, 25 November 1987, ini sudah malang melintang di organisasi profesi pengusaha terbesar ini.
Pada usia yang terbilang muda, ia telah mengelola bisnis di berbagai bidang, di antaranya sebagai pimpinan perusahaan otobus (PO) Kurnia dengan armada sekitar 250 unit bus.
Kehidupan di masa muda bisa dibilang cukup berbeda dengan anak muda pada umumnya.
Ia sudah harus berjibaku dengan serentetan bisnis mulai dari transportasi, perhotelan, perkebunan, properti hingga bidang konstruksi.
Otobus Kurnia, Hotel Swiss Bell In Gajah Mada dan Hotel Saka di Kota Medan ia kelola sejak masih muda.
Sejak kepergian ayahnya, Akbar dipaksa keadaan untuk meneruskan posisi ayahnya sebagai pebisnis.
Ia berpikir keras dan gigih belajar bisnis meski usianya masih menginjak 10 tahun.
Akbar harus merasakan asam garam kehidupan sejak usia dini. Tak hanya menghadapi dilema kehidupan, namun juga menghadapi konflik bersenjata hingga tsunami.
"Mungkin kalau ayah masih hidup, saya sekarang baru lulus S2 dan baru belajar bisnis. Tapi, kenyataannya tidak seperti itu," terang Akbar Himawan.
Kehidupan remaja Akbar mulai berubah ketika Ayahnya, Buchari Usman, menjadi salah satu korban kecelakaan pesawat Garuda Indonesia, GA-152 di Desa Buah Nabar, Kab. Deli Serdang (sekitar 32 km dari Bandara Polonia, Medan) pada 1997 silam.
Sejak saat itu, untuk sementara bisnis ayahnya dipegang kendali oleh pamannya.
Hingga pada tahun 2004, ketika Akbar duduk di bangku SMA, ia bergabung di perusahaan ayahnya dan ikut membantu serta mengembangkan bisnis keluarganya.
Meski perusahaan tersebut milik keluarganya, tak lantas Akbar menduduki jabatan penting secara instan.
Melainkan ia mulai dari menjadi seorang mekanik, lantaran selalu teringat pesan mendiang ayahnya.
"Pengusaha transportasi memang harus mengerti mesin. Sebab, itu adalah inti bisnis tersebut," katanya mengingat perkataan sang ayah.
Berkat pengalamannya sejak masih muda, Akbar menjadi peka dalam membaca setiap situasi dan kondisi dalam bisnisnya.
Kegigihan pulang sekolah langsung menjalankan peran membantu para mekanik di pangkalan bus berbuah manis.
Menjalani sebuah bisnis, tentu tidak selalu mulus.
Ada banyak rintangan serta ujian yang menerpa Akbar dalam menjalani bisnisnya, di antaranya adalah kondisi keamanan Aceh yang sempat kritis karena terjadi konflik bersenjata antara Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan TNI.
Pada saat itu, perusahaan yang dijalankannya tak luput dari intimidasi sejumlah oknum. Bahkan, banyak bus miliknya yang dibakar.
"Ada sekitar 20 bus yang dibakar. Tapi, sampai sekarang tidak jelas siapa yang membakar. Kami hanya tahu itu ulah oknum-oknum yang tidak jelas," tuturnya.
Meski begitu, bus-bus yang masih dalam keadaan baik tetap melayani rute Medan-Banda Aceh. Tak berhenti sampai di situ. Ketika bencana tsunami menerjang, bisnisnya pun tak luput dari bencana.
"Ketika tsunami menghantam Serambi Makkah, sekitar 50 bus di pool Banda Aceh terkena dampaknya. Pagar pool juga terseret arus sampai ke jalan raya. Di tengah kondisi seperti itu, ia harus cerdas ambil kendali ia harus mengatur anggaran dengan cermat. Bahkan, membangkitkan semangat para kru bus," imbuhnya.
"Dihimpit oleh keadaan yang cukup sulit, di pool bus sampai dibangun dapur umum. Namun, tsunami justru menjadi semacam blessing in disguise alias berkah tersamar. Sebab, setelah gelombang itu pergi dan kondisi berangsur-angsur normal, bisnisnya semakin terangkat dan mulai normal karena banyak orang yang mengunjungi Aceh," kata Akbar.
Pun begitu, Akbar tak pernah putus asa menjalankan bisnisnya yang mungkin saja suatu ketika akan kembali mengalami kesulitan.
Sebab ia sudah kenyang dengan pengalaman dan sudah mempelajari apa saja yang harus dilakukan ketika menemui kesulitan. Bahwasanya, setiap proses tidak akan pernah menghianati hasil.
"Krisis dan ujian datang silih berganti menerpa usaha yang dijalani tapi tetap bisa dilalui. Kerikil-kerikil tajam itu pun akhirnya membentuk siapa kita hari ini dan menjadi pebisnis tangguh," pungkas Akbar.
Laporan | : | Faisal |
Editor | : | Ruslan Amrullah |