Selasa, 08 Juli 2025 - 23:50 WIB
mahasiswa asal Indonesia di Jepang, Sharen Graciella Erisimo.(Foto: Instagram @sharengraciella)
Artikel.news, Tokyo - Sharen Graciella Erisimo (21), mahasiswa asal Indonesia di Jepang, menekuni delapan pekerjaan sekaligus demi bisa bertahan hidup di negara itu.
Berkuliah di Ritsumeikan Asia Pacific University (APU) dengan beasiswa, Sharen telah hidup mandiri selama kurang lebih 2,5 tahun di Jepang.
APU adalah sebuah universitas swasta di Jepang yang terletak di Beppu, Prefektur Oita.
Beasiswa yang didapat Sharen hanya menanggung uang kuliah sebesar 80 persen sampai lulus. Sehingga, ia harus mencari uang saku bulanan termasuk biaya tempat tinggal selama berkuliah di Jepang.
Sharen mencoba apply beasiswa Jasso yang memberikan benefit uang saku bagi mahasiswa. Beruntung, ia berhasil mendapatkannya selama setengah tahun pertama kuliah.
Meski begitu, beasiswa biaya kuliah dan uang saku saja ternyata tidak cukup untuk menempuh pendidikan di negeri orang. Terlebih lagi, saat ia pindah dari dorm ke apartemen, seluruhnya harus diurus secara pribadi.
"Saya harus mengurus berbagai dokumen dan mulai menghadapi realita biaya hidup seperti bayar sewa dan tagihan listrik. Hal ini membuat saya belajar mengatur keuangan secara mandiri sejak dini," jelas Sharen, yang dilansir dari Kompas.com, Selasa (8/7/2025).
Ia harus beradaptasi mulai dari kebiasaan sehari-hari, mengurus kebutuhan pribadi, mengatur keuangan, hingga membangun koneksi dengan orang baru. Berbagai cara dilakukan, salah satunya adalah menjadi pekerjaan paruh waktu.
“Tapi kemudian saya sadar, terlalu lama larut dalam kesedihan tidak akan membawa perubahan. Maka saya mulai mengalihkan fokus ke hal-hal lain. Belajar lebih serius, mengejar beasiswa, dan bekerja paruh waktu,” tambahnya.
Kegigihannya terbukti lewat pengalaman paruh waktunya yang beragam. Bagaimana tidak, Sharen telah menjelajahi delapan pekerjaan selama berada di Jepang.
Pekerjaannya dimulai sebagai petugas kebersihan hotel. Saat itu, ia memilih pekerjaan yang tidak terlalu menuntut komunikasi verbal karena masih dalam proses penyesuaian diri.
“Orang tua saya turut memberikan arahan. Mereka menyarankan bahwa di tahun pertama, saya bisa mulai dari pekerjaan sederhana, terutama karena kemampuan Bahasa Jepang saya masih terbatas. Namun, mereka juga mengingatkan bahwa seiring waktu, jenis pekerjaan saya sebaiknya ikut berkembang mengikuti peningkatan keterampilan yang saya miliki,” jelas Sharen.
Hingga sekarang, ia masih tetap bekerja paruh waktu di luar kampus sebagai pelayan di restoran. Seiring dengan peningkatan kemampuan berbahasanya pula, ia dipercaya untuk menjadi guru Bahasa Inggris bagi anak-anak Jepang usia 3–11 tahun.
Tak hanya di luar kampus, Sharen juga pernah bekerja sebagai Campus Ambassador yang memperkenalkan lingkungan kampus kepada institusi lain. Lebih dari itu, ia juga pernah menjadi Teaching Assistant (asisten dosen) untuk kelas bahasa inggris dan Multicultural Cooperative Workshop.
“Awalnya saya hanya coba-coba mendaftar setelah melihat pengumuman lowongan. Namun puji Tuhan, saya diterima di semester 2, yang tergolong cukup awal untuk bisa menjadi TA,” ucapnya.
Usai menjadi Teaching Assistant, Sharen kini menjalani program magang di kampusnya sebagai bagian dari International Admission Office. Disini, ia menyelenggarakan webinar bagi calon mahasiswa internasional, sekaligus membuat konten promosi.
Sharen juga aktif sebagai content creator di akun Tiktok pribadinya (@sharengraciellaa) untuk membagikan tips akademik, motivasi, ataupun kesehariannya selama di Jepang.
Tak mengurangi fokus akademik
Meski, pekerjaan paruh waktunya terbilang banyak. Sharen tidak meninggalkan fokus pada kewajiban akademiknya.
“Saya juga menyesuaikan jadwal kerja part-time dengan jadwal kuliah. Ketika sedang banyak tugas atau menjelang ujian, saya biasanya mengurangi shift kerja agar bisa fokus belajar,” jelasnya.
Ia bahkan tetap aktif mencari beasiswa selama studinya di Jepang. Walaupun, Sharen sudah ‘mengantongi’ beasiswa uang kuliah sebesar 80 persen dan uang saku bulanan pada setengah tahun pertama berkuliah, Sharen tetap berusaha mencari peluang lain untuk mencapai lebih.
Prosesnya pun tidak lepas dari kegagalan meski dirasa sudah berjuang keras. Sempat putus asa karena tidak berhasil di program Beasiswa Hashiya, Sharen memetiknya sebagai pembelajaran.
“Saat itu, puji Tuhan saya berhasil menjadi satu-satunya kandidat dari APU untuk Beasiswa Hashiya, yang ditujukan khusus bagi mahasiswa Indonesia di Jepang. Sayangnya, perjuangan saya harus terhenti di tahap seleksi dokumen di institusi pemberi beasiswa,” tutur Sharen.
Berkat usahanya, ia akhirnya berhasil mendapatkan Beasiswa Rotary Yoneyama yang mulai ia terima sejak semester 6.
Laporan | : | Fadli |
Editor | : | Ruslan Amrullah |