Selasa, 19 Desember 2023 - 14:02 WIB
Ketua Umum Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Indah Sukmaningsih
Artikel.news - Sudah menjadi budaya bukan cuma generasi muda namun tua untuk meminum minuman berpemanis di Indonesia. Tetapi bahaya kesehatan jangka panjang menanti.
Ketua Umum Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Indah Sukmaningsih mengungkapkan, mengingat dampak buruk jangka panjangnya Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (BMDK) khususnya kepada generasi muda menjadi momok mengerikan, contohnya potensi diabetes usia dini.
"Kalau anak anak diharapkan menjadi pengganti kita dan kena diabet semua siapa yang tanggung, setengah mati yang membebani anak orang," ujarnya di sela-sela acara Sosialisasi, Edukasi dan Pelatihan Kelompok Konsumen Tentang MBDK di Hotel Santika, Selasa 19 Desember 2023.
Anak muda usia 7-15 tahun sudah rawan terkena diabetes, bahkan kata Indah, menurut data dari Federasi Diabetes Indonesia ada 19,9 anak yang terkena diabetes.
Untuk itu ia mendorong untuk mengontrol Konsumsi minuman berpemanis dalam jumlah masif salah satunya dengan meregulasi cukai MBDK sebesar 20 persen. Harapannya dengan kenaikan cukai dapat 'merem' konsumsi masyarakat.
"Industri kalau naikkan 20 persen (cukai) pasti agak ngerem orang beli, apalagi kelompok ekonomi menengah kebawah," tuturnya.
Dikesempatan yang sama, Ketua YLKI Sulsel, Ambo Masse menyampaikan pihaknya telah melakukan survei MBDK di 10 Kota (Medan, Lampung, Jakarta, Bandung, Semarang, Yogya, Surabaya, Balikpapan, Makassar dan Kupang). Selengkapnya lihat di grafis.
Survei dilakukan pada awal-pertengahan Juni 2023, dengan cara wawancara, pemilihan responden secara acak berjenjang, dari mulai tingkat kelurahan, RT/RW, kemudian memilih rumah tangga, dan memilih individu.
Responden adalah orang yang pernah mengonsumsi MBDK dalam sebulan terakhir. Total responden yang terjaring adalah 800 responden, dan masing masing RT dijaring 10 responden.
Hasil dari survei itu kata Ambo, YLKI memiliki beberapa rekomendasi, selain Pemerintah harus segera menindaklanjuti penerapan cukai MBDK di tahun 2024, pemerintah seharusnya tidak ambigu untuk mengenakan cukai MBDK, sebagai bentuk kebijakan untuk melindungi masyarakat dari tingginya prevalensi penyakit tidak menular, khususnya diabetes melitus.
"Pemerintah pun seharusnya tidak bergeming dengan upaya intervensi oleh pihak industri, tersebab pengenaan cukai pada MBDK tidak akan menggerus produksi MBDK.Berdasarkan hasil studi di negara lain yang sudah menerapkan cukai MBDK seperti Meksiko dan Peru, cukai MBDK tidak menimbulkan pengangguran," terangnya.
Pihaknya juga mendesak pada industri MBDK agar melakukan pemasaran yang bertanggung jawab dalam melakukan pemasaran, distribusi, iklan, promosi dan sponsorship, khususnya
pada kelompok rentan yakni anak-anak dan remaja.
Tidak hanya itu, Pemerintah harus membuat peraturan dan kebijakan yang mengatur pembatasan MBDK kepada anak-anak dan remaja yang dapat membantu mengurangi dampak pemasaran agresif, termasuk informasi label yang tidak menyesatkan.
Diketahui Pemerintah pusat mengundur penetapan cukai berpemanis yang sebelumnya akan ditetapkan pada tahun ini (2023), kini diundur ke tahun 2024. Rincian aturannya akan tertulis dalam Peraturan Pemerintah (PP).
Dikonfirmasi terpisah, Kepala Dinas Kesehatan (Diskes) Sulsel, Ishaq Iskandar membenarkan bahwa MBDK dapat mengarah ke obesitas, diabetes dan penyakit akut lainnya.
Untuk itu, Diskes Sulsel kata Ishaq juga turut melakukan langkah-langkah pencegahan termasuk melakukan promosi dan penyuluhan kesehatan langsung ke akar rumput.
"Iya, promosi kesehatan (dan) penyuluhan kepada masyarakat," jelasnya kepada Harian Disway Sulsel melalui pesan singkat, Selasa 19 Desember 2023.
Melihat hasil survei dari YLKI, Dinkes Sulsel juga akan melakukan kolaborasi dengan YLKI dan stakeholder lainnya dalam memerangi konsumsi MBDK dalam jumlah masif.
Laporan | : | Febriansyah |
Editor | : | Ruslan Amrullah |