Jumat, 28 Juli 2023 - 18:28 WIB
Perempuan asal Indonesia Monica Chandra menekuni biologi sel dan molekuler. Ia kini menerap di Jerman dan bekerja pada perusahaan start up yang meracik antibodi penyasar sel kanker dan opioid.(Foto: Dok. Pribadi)
Artikel.news, Jakarta - Perempuan asal Indonesia Monica Chandra menekuni biologi sel dan molekuler. Ia kini menerap di Jerman dan bekerja pada perusahaan start up yang meracik antibodi penyasar sel kanker dan opioid.
Perusahaan start up di Heidelberg, Jerman, tempat Monica bekerja, bergerak di bidang pembuatan antibodi untuk terapi kanker dan ketergantungan pada narkotika.
Monica lahir di Surabaya. Ia tidak pernah berkuliah di Indonesia. Kuliah S1 ia tempuh di Amerika Serikat, tepatnya di University of California, Berkeley. Sedangkan S2 dan S3 ia tempuh di Universitas Heidelberg, di Jerman Selatan.
Mulai S1 sampai S3 dia sudah menggeluti bidang molecular and cell biology atau biologi sel dan molekuler. Monica bercerita, sejak SMA dia memang sudah sangat menggemari pelajaran biologi.
"Kebetulan guru saja itu, dari kelas satu, dua, tiga, ok-ok semua," katanya, dikutip dari DW Indonesia, Jumat (28/7/2023).
Di AS, dia memutuskan untuk menggeluti biologi sel dan molekuler, dan kesenangannya itu semakin terpupuk karena di sana ia tidak hanya belajar teori saja, melainkan juga ada prakteknya. Akhirnya bidang itu ia geluti hingga sekarang.
Dia berkuliah S1 di AS karena punya kerabat di sana. Selain itu, sejak kecil ia sudah les bahasa Inggris, jadi kesulitan bahasa tampaknya bisa teratasi.
Ketika menempuh kuliah S1 di sana selama empat tahun, dia mendapat partial schollarship, atau beasiswa tidak penuh, dari sebuah institusi. Setelah selesai berkuliah, ia bekerja pada Johns-Hopkins University di Baltimore, Amerika Serikat.
Tapi karena memang ingin melanjutkan sekolah lagi, ia berbincang-bincang dengan temannya ketika SMA. Kebetulan temannya itu memang sudah tinggal di Jerman dan berkuliah di Universitas Aachen.
Dialah yang menganjurkan Monica agar melanjutkan kuliah di Jerman, tepatnya di negara bagian Baden Württemberg.
"Waktu itu Baden Würrtemberg masih free (maksudnya: mahasiswa tidak dituntut bayar biaya kuliah)," katanya dan menambahkan, "kalau sekarang harus bayar."
Supervisor atau pembimbingya di laboratorium di AS juga orang Jerman. Ia yang menyarankan Monica untuk mengirimkan lamaran ke Universitas Heidelberg. Setelah berbincang-bincang dengan profesor di Heidelberg, akhirnya ia memutuskan untuk melanjutkan S2 di Heidelberg.
Ditambah lagi, dia pernah punya impian untuk mengelilingi Eropa sebelum umur 30 tahun. "Tapi ga sempet," katanya sambil tertawa, "jadinya ya udah sekalian pindah aja." Saat itu dia belum pernah ke Eropa sama sekali. "Jadi kaya' bondho nekat (modal nekat) gitu, kalo orang Surabaya bilang," jelas Monica.
Laporan | : | Cullank |
Editor | : | Ruslan Amrullah |