Jumat, 06 Desember 2024 - 20:36 WIB
Artikel.news, Parepare -- Akademisi asal Universitas Muhammadiyah Parepare, Dr Ibrahim Fattah menilai pembentukan Tim Pencermatan (Tim 7) oleh Pemerintah Kota Parepare, yang kemudian merekomendasikan pengaktifan kembali hukuman disiplin PNS Iwan Asaad, sangat lemah.
Itu karena tidak ada dasar sebab musabab yang menjadi landasan hukum dibentuknya tim tersebut. Dan hasil rekomendasinya bertentangan dengan hasil uji oleh BKN dan PTUN.
Ibrahim menekankan, pertanyaannya adalah apa yang mendasari kemudian dibentuk tim pencermatan? Apakah ada keberatan? Apakah ada surat resmi dari instansi lain terkait SK Nomor 880 Tahun 2023? Karena SK 880 ini sudah diuji di PTUN bahkan sudah terbit putusan banding yang menguatkan hal tersebut. Kenapa malah dibentuk SK tim? Apakah pencermatan tim lebih tinggi dari Putusan Pengadilan?.
"Tidak ada sebab musabab yang menjadi landasan hukum dibentuknya Tim 7 (tim pencermatan). Tidak ada pengaduan atau tidak ada aturan yang perlu disesuaikan, bahkan SK itu (yang dicabut) telah dikuatkan oleh putusan TUN. Jadi ada apa di balik pembentukan tim tersebut," kata Ibrahim Fattah, doktor ilmu hukum yang dihubungi Jumat (6/12/2024).
Yang janggal, karena Tim 7 dibentuk oleh BKPSDMD Parepare untuk bekerja mencermati SK. Sedangkan pencermatan SK yang sudah terbit bukan ranahnya SKPD tapi menjadi Tupoksi Kabag Hukum. "Jadi ada apa BKPSDMD ngotot (bentuk Tim 7), padahal sudah ada keputusan PTUN," tanya Ibrahim.
Ibrahim menekankan, apakah dasar pembentukan Tim 7 itu hanya untuk mencermati SK Wali Kota Nomor 880 Tahun 2023 yang ditandatangani Pj Wali Kota saat itu, Akbar Ali. Sedangkan selama Akbar Ali menjabat Pj Wali Kota banyak SK yang ditandatangani.
Berbeda halnya dengan SK Wali Kota Parepare Nomor 798 Tahun 2023 yang ditandatangani Taufan Pawe, yang menjatuhkan hukuman disiplin (Hukdis) berupa penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1 tahun kepada Iwan Asaad, dilakukan pencermatan oleh Bagian Hukum karena ada keberatan administratif dari Iwan Asaad. Dan hal itu memang menjadi hak setiap pegawai yang dikenakan Hukdis untuk mengajukan keberatan maksimal 14 hari kerja sejak diterimanya SK tersebut.
"Jadi harus ada dasar kenapa tim dibentuk untuk mencermati SK 880 itu, yang notabene ada putusan PTUN atas SK tersebut. Karena kalau tidak ada dasar maka seharusnya seluruh SK yang ditandatangani oleh Akbar Ali harus dicermati, bukan hanya SK 880," ungkap Ibrahim.
Kemudian pertanyaannya apakah Akbar Ali saat mencabut SK 789 tentang Hukdis Iwan Asaad memerlukan izin Mendagri, itu sudah diuji di PTUN, dan hasilnya tidak ada yang salah dengan langkah yang dilakukan Akbar Ali.
Secara logika hukum, Diktum MENIMBANG dalam SK 805 Tahun 2024 adalah kebijakan yang dikeluarkan pejabat sekarang tidak boleh bertentangan dengan pejabat sebelumnya, maksudnya adalah Tim Pencermatan menganggap SK 880 Tahun 2023 yang dikeluarkan Akbar Ali itu bertentangan dengan SK 798 yang dikeluarkan oleh Taufan Pawe. Sehingga Pj Wali Kota Abdul Hayat mengeluarkan SK 805 Tahun 2024 untuk memperbaiki SK 880 Tahun 2023. Namun tanpa dia sadari, bahwa kebijakannya mengeluarkan SK 805 Tahun 2024 itu juga bertentangan dengan SK 880 Tahun 2023 yang dikeluarkan oleh Akbar Ali yang notebene adalan penjabat sebelumnya. Artinya penerbitan SK 805 itu harus izin dari Mendagri karena bertentangan dengan SK 880 Tahun 2023 yakni SK dari pejabat sebelumnya tapi nyatanya juga tidak ada izin dari Mendagri atas SK 805 Tahun 2024 tersebut. Sehingga jika SK 880 Tahun 2023 dianggap cacat prosedur karena tidak memiliki izin Mendagri, maka SK 805 Tahun 2024 pun demikian.
Tetapi kesalahan terjadi saat Abdul Hayat menerbitkan lagi SK Nomor 806 Tahun 2024, yang membatalkan SK Nomor 301 Tahun 2024 tentang pengangkatan Iwan Asaad menjadi Inspektur. Karena kondisi itulah yang membuat kekeliruan karena seharusnya sebelum SK Nomor 806 Tahun 2024 diterbitkan, terlebih dahulu menyurat ke BKN untuk pengajuan Pertek dan Mendagri untuk mendapatkan izin. Karena SK 301 tentang pengangkatan Inspektur itu terbit didasari oleh Pertek BKN, persetujuan Gubernur, dan izin Mendagri. "Batalkan dulu Pertek dan izin Mendagri baru batalkan SK 301," imbuh Ibrahim.
Karena itu, Ibrahim kembali menekankan, dengan terbitnya SK 805, seharusnya SK itu yang dijadikan dasar untuk menyurat ke BKN untuk pengajuan Pertek, dan menyurat ke Mendagri untuk izin sehingga diterbitkanlah SK 806 Tahun 2024. Bukan malah serta merta menerbitkan SK 806 untuk membatalkan SK 301. Tapi kenyataannya SK 806 itu terbit tanpa ada Pertek BKN dan izin Mendagri.
"Karena secara prosedural dan administrasi, BKN dan Mendagri mengetahui pada saat seleksi terbuka itu (pengisian jabatan Inspektur) Iwan Asaad tidak sedang dalam hukuman disiplin. Sehingga jika sekarang hukuman disiplin itu diaktifkan maka harus memberi tahu BKN dan Mendagri melalui pengajuan Pertek dan pengajuan izin dari Mendagri, sebelum mengeluarkan SK 806 tentang pembatalan SK 301," tegas Ibrahim.
"Jadi jika tidak ada dasar, maka seharusnya orang orang yang menjadi tim pencermatan itu harus mencermati seluruh SK yang ditandatangani oleh Akbar Ali. Karena tidak ada hujan tidak ada petir tiba-tiba dibentuk tim pencermatan," tandas Ibrahim lagi.
Laporan | : | Wahyu |
Editor | : | Ruslan Amrullah |