Ahad, 23 Februari 2025 - 19:58 WIB
Kasus penganiayaan dan pengeroyokan terhadap Ninda Maesara Rajaloa, eks presenter TVRI Mamuju, yang telah dilaporkan secara resmi ke Polresta Mamuju sejak 14 Februari 2025 hingga kini masih belum menunjukkan perkembangan signifikan.
Artikel.news, Mamuju – Kasus penganiayaan dan pengeroyokan terhadap Ninda Maesara Rajaloa, eks presenter TVRI Mamuju, yang telah dilaporkan secara resmi ke Polresta Mamuju sejak 14 Februari 2025 hingga kini masih belum menunjukkan perkembangan signifikan.
Meskipun hasil visum, keterangan saksi, dan barang bukti telah diserahkan, penyidik Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polresta Mamuju belum juga melakukan penahanan terhadap para terlapor.
Kuasa hukum korban, Adv. Hasri, S.H., M.H., menegaskan bahwa keterlambatan dalam penahanan para pelaku berpotensi memberikan ruang bagi mereka untuk mengulangi perbuatannya serta menghambat proses penegakan hukum yang adil bagi korban.
Kami sangat menyayangkan lambannya proses hukum ini. Mengingat fakta bahwa seluruh alat bukti telah diserahkan, seharusnya penyidik segera mengambil langkah tegas dengan menahan para pelaku guna mencegah kemungkinan mereka mengulangi perbuatannya atau bahkan menghilangkan barang bukti lainnya, ujar Adv. Hasri, Ahad (23/2/2025).
Dasar Hukum Penahanan,
Dalam sistem hukum pidana di Indonesia, tindakan penganiayaan seperti yang terjadi dalam kasus ini diatur dalam Pasal 351 KUHP, yang berbunyi:
1. Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
2. Jika perbuatan itu mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.
3. Jika mengakibatkan kematian, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Selain itu, dalam kasus pengeroyokan, Pasal 170 KUHP juga mengatur:
1. Barang siapa dengan terang-terangan dan dengan tenaga bersama menggunakan kekerasan terhadap orang atau barang, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.
2. Jika perbuatan tersebut mengakibatkan luka-luka berat, ancaman hukumannya meningkat menjadi sembilan tahun.
3. Jika mengakibatkan kematian, maka pelaku diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.
Berdasarkan ketentuan di atas, seharusnya penyidik Polresta Mamuju sudah bisa melakukan penahanan karena sesuai dengan Pasal 21 ayat (4) KUHAP, penahanan dapat dilakukan apabila:
1. Tindak pidana tersebut diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih.
2. Terdapat kekhawatiran bahwa tersangka akan melarikan diri, mengulangi tindak pidana, atau merusak barang bukti.
Jadi, tidak ada satupun alasan penyidik tidak melakukan penahanan terhadap para terlapor, keterangan pelapor, saksi, surat sudah memenuhi semua persyaratan alat bukti untuk dilakukan tindakan penahanan. Apalagi vidio pengeroyokan ini sudah viral.
"Saya juga miris melihat tindakan penyidik seperti ini, masa Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP) saja belum diberikan pada klien kami, gak benar ini," tegasnya.
"Apabila Polresta Mamuju tidak segera melakukan penahanan, maka kami akan menempuh upaya hukum lainnya, termasuk mengajukan permohonan perlindungan hukum kepada pihak yang berwenang serta mendesak Kapolda Sulbar untuk turun tangan dalam memastikan kasus ini ditangani dengan serius," kecam Adv. Hasri.
Kasus ini menjadi ujian bagi aparat penegak hukum dalam menegakkan keadilan. Masyarakat berharap agar hukum tidak tumpul ke atas dan tajam ke bawah.
Kuasa Hukum Korban
Adv. Hasri, S.H., M.H.
Laporan | : | Faisal |
Editor | : | Ruslan Amrullah |