Sabtu, 09 September 2023 - 17:44 WIB
Artikel.news, Jakarta - Partai Keadilan Sejahtera (PKS) hingga kini masih belum memutuskan apakah akan ikut bersama Partai Nasional Demokrat (Nasdem) dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) untuk mengusung pasangan Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar (Cak Imin) di Pilpres 2023.
PKS sebelumnya sudah menyatakan tetap mengusung Anies Baswedan sebagai bakal calon presiden. Hal ini sesuai keputuan Majelis Syuro PKS.
Namun soal Cak Imin menjadi bakal cawapres, PKS belum bisa memutuskan turut mendukung atau tidak.
Manuver PKB yang bergabung ke Koalisi Perubahan untuk Persatuan memang membuat partai di dalamnya kalang kabut.
Partai Demokrat resmi memutuskan keluar, sementara PKS masih bertahan dan tak menutup peluang mengikuti langkah partai berlambang bintang mercy tersebut.
Selain itu penetapan Anies-Cak Imin juga terbilang mengejutkan. Hal ini membuat PKS membatalkan diri ikut dalam deklarasi Anies-Cak Imin.
Pengamat Politik dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Adi Prayitno, menilai saat ini PKS tengah galau soal Anies-Cak Imin.
"Bagi saya PKS ini galau akut, satus isi tetap mendukung Anies�Baswedan sebagai kandidat capres, tapi belum sepenuhnya menerima Cak Imin sebagai wakil," kata Adi di program Kompas Petang, yang dilansir dari Tribunsolo.com, Sabtu (9/9/2023).
Adi menyebut ada dua alasan yang melatari dilema PKS dalam menerima Cak Imin dan PKB di koalisi.
Pertama adalah terkait efek ekor jas dari Anies Baswedan.
Dengan sudah dideklarasikannya Anies-Cak Imin dengan hanya melibatkan NasDem dan PKB, maka efek ekor jas atau coattail effect Anies akan condong kepada NasDem
Efek ekor jas adalah dampak elektoral yang didapat partai dari capres atau cawapres yang diusungnya.
PKS yang selama ini menikmati efek ekor jas cukup besar dari Anies, saat ini harus berbagi dengan Nasdem.
"PKS itu sebenarnya harus berbagi coaltail effect dengan NasDem. kalau PKS terus berada di poros perubahan, di saat yang bersamaan, NasDem itu mampu mengakuisisi efek ekor jas yang dimiliki Anies."
"Itu artinya pemilih Anies lebih banyak ke NasDem dari pada ke PKS. Padahal dari dulu PKS banyak untung dari mendukung Anies ya. Maka tidak mengherankan PKS relatif mempertimbangkan opsi yang lain," papar Adi.
Adi menyebut PKS dan PKB selama ini sulit sejalan soal ideologi partai.
"Secara ideologi politik, antara PKS dan PKB dari dulu itu bagaikan minyak dan air, susah ketemu. Mulai dari prinsip, mazhab politiknya, PKS dan PKB itu tidak pernah ketemu," kata Adi.
Bahkan, kata Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia itu, basis konsituen PKS dan PKB di akar rumput saling bentrok.
"Bahkan sampai saat ini, basis konsituen PKS, basis konsituen PKB satu sama lain saling berhadap-hadapan bahkan saling bermusuhan tidak akur satu sama lain," ujarnya.
Laporan | : | Faisal |
Editor | : | Ruslan Amrullah |