Rabu, 29 Juni 2022 - 18:50 WIB
Anies Baswedan bertemu dengan Ganjar Pranowo pada sebuah acara beberapa waktu lalu.(foto: Tempo.co)
Artikel.news, Jakarta - Ada wacana yang mengemuka terkait duet Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan pada Pilpres 2024 mendatang. Namun, pengamat politik menilai hal itu sulit terwujud karena latar belakang ideologis keduanya sangat bertolak belakang.
Direktur Lembaga Kajian Politik Nusakom Pratama Ari Junaedi berpendapat, duet Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dengan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sulit diwujudkan pada pilpres
"Mewujudkan duet pemersatu bangsa antara Ganjar dan Anies begitu mudah di atas kertas, tetapi sulit dari sisi praksis," kata Ari dilansir dari Kompas.com, Rabu (29/6/2022).
Menurut Ari, dalam politik semua kemungkinan bisa saja terjadi. Namun, tataran ideologis yang melatarbelakangi Ganjar dan Anies sangat bertolak belakang.
Ganjar begitu identik dengan poros nasionalis, utamanya PDI Perjuangan yang citranya mengedepankan toleransi dan kebinekaan.
Sebaliknya, karena jejaknya pada Pilkada DKI Jakarta 2017, Anies sangat kental akan karakter politik identitas dan intoleransi.
Peluang duet keduanya dinilai kian kecil karena diwacanakan oleh Surya Paloh yang bukan merupakan pimpinan partai yang menaungi Ganjar ataupun Anies.
Belum lagi, hubungan Nasdem dan PDI-P kini disinyalir memanas akibat masuknya nama Ganjar pada bursa capres dari Nasdem.
"Hanya saja, faktor keluarga alumni UGM atau Kagama (Keluarga Alumni Universitas Gadjah Mada) yang membuat kedua sosok ini bisa mudah ditautkan," ucap Ari.
Kendati demikian, Ari menekankan, tidak ada yang tidak mungkin di politik. Seiring berkembangnya dinamika politik menuju 2024, duet keduanya mungkin jadi alternatif di samping beredarnya nama-nama potensial lain.
"Bisa jadi skenario duet pemersatu bangsa terwujud ketika koalisi-koalisi yang terbangun mengerucut pada dua pasang kandidat sehingga mengerucut di nama-nama Ganjar, Anies, Prabowo Subianto (Ketua Umum Partai Gerindra), atau AHY (Ketua Umum Partai Demokrat)," kata dosen Universitas Indonesia itu.
Laporan | : | Fadli |
Editor | : | Ruslan Amrullah |