Kamis, 17 Maret 2022 - 20:29 WIB
Warga Desa Shenshayba Bazaar, Afghanistan, yang terpaksa menjual salah satu ginjalnya karena terdesak kebutuhan hidup.
Artikel.news, Kabul - Shenshayba Bazaar adalah sebuah desa di Afghanistan dekat kota Herat, yang dikenal sebagai 'desa satu ginjal'.
Desa ini mendapat julukan demikian karena banyaknya penduduk yang telah menjual salah satu ginjal mereka untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Afghanistan tidak terlalu baik secara ekonomi sebelum Taliban berkuasa tahun lalu. Tetapi pengambilalihan brutal menyebabkan ekonomi negara Asia Barat itu runtuh dan membuat banyak orang berjuang untuk menyediakan makanan bagi keluarga mereka.
Dalam beberapa kasus, keadaan menjadi sangat buruk sehingga orang memutuskan untuk menjual salah satu ginjal mereka untuk membayar utang dan membeli makanan.
Satu desa kecil di Provinsi Herat dikenal sebagai 'desa satu ginjal', karena banyaknya penduduk yang menjual salah satu ginjal mereka di pasar gelap.
"Aku tidak mau, tapi aku tidak punya pilihan. Aku melakukannya untuk anak-anakku," kata salah seorang penduduk Desa Shenshayba Bazaar, Nooruddin, 32 tahun, kepada Agence France Presse, dilansir dari Tribun-Medan.com, Kamis (17/3/2022).
"Saya menyesal sekarang, saya tidak bisa lagi bekerja, saya kesakitan dan saya tidak bisa mengangkat sesuatu yang berat," sambungnya.
Menjual atau membeli organ tubuh manusia adalah ilegal di sebagian besar negara di seluruh dunia, tetapi di Afghanistan hal itu tidak diatur dan selama persetujuan tertulis diungkapkan oleh pendonor.
Apa yang terjadi setelah donasi, ke mana organ itu pergi, tidak ada yang benar-benar tahu, dan dokter mengakui bahwa mereka tidak pernah menyelidiki masalah ini, karena bukan tugas mereka untuk melakukannya.
Meskipun tidak mungkin untuk mengetahui secara pasti berapa banyak ginjal yang telah dijual di Afghanistan, catatan menunjukkan bahwa ratusan operasi pengangkatan ginjal telah dilakukan di Provinsi Herat saja dalam beberapa tahun terakhir.
Ketika masalah ekonomi rakyat memburuk, jumlah prosedur seperti itu hanya bertambah.
"Saya menjual ginjal saya seharga 250.000 Afghanis (2.900 dollar AS atau Rp 41 juta)," kata seorang wanita.
"Saya harus melakukannya. Suami saya tidak bekerja, kami punya utang," lanjutnya.
"Anak-anak saya berkeliaran di jalanan meminta-minta," tambah Aziza, ibu tiga anak.
"Jika saya tidak menjual ginjal saya, saya akan terpaksa menjual putri saya yang berusia satu tahun," ujarnya.
Meskipun menjual ginjal mungkin tampak ekstrem bagi banyak orang, perlu diingat situasi putus asa yang dialami Afghanistan saat ini.
Lebih dari 24 juta orang atau 59 persen dari populasi berisiko kelaparan, dan setengah juta orang kehilangan pekerjaan setelah Taliban mengambil alih.
Laporan | : | Fadli |
Editor | : | Ruslan Amrullah |