Kamis, 16 September 2021 - 19:46 WIB
Artikel.news, Makassar - Kisah mendiang Baharuddin Lopa saat menjadi pejabat di Indonesia bisa menjadi panutan bagi pejabat-pejabat di masa sekarang. Pria asal Mandar, Sulawesi Barat, ini, adalah pribadi yang penuh dengan kesederhanaan, meski berprofesi sebagai seorang pejabat.
Dilansir dari Riau24,com, Kamis (16/9/2021), Lopa merintis kariernya dari nol. Saat berada di puncak karier pun, ia tak lupa diri. Lopa justru semakin garang hingga dijuluki ‘Pendekar Hukum’.
Karier Lopa berawal saat dirinya menjadi jaksa di Kejaksaan Negeri (Kejari) Makassar tahun 1958. Kala itu, ia masih berstatus sebagai mahasiswa di Fakultas Hukum dan Pengetahuan Masyarakat, Universitas Hasanuddin (Unhas), Makassar.
Lopa dikenal berprestasi, hingga ia diminta menjadi Bupati Majene di usianya yang masih muda. Namun Lopa hanya menjabat selama dua tahun dan kembali menekuni bidang hukum.
Lopa pernah menjabat sebagai Kepala Kejaksaan Tinggi di Kalimantan Barat, Aceh, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara. Saat menjadi Kajati Sulawesi Selatan, Lopa memperingatkan publik untuk tak coba-coba menyuap para jaksa.
Pria yang lahir pada 27 Agustus 1932 ini juga pernah menjadi pimpinan Pusdiklat Kejaksaan Agung di Jakarta. Di zaman orde baru, Baharuddin Lopa menjabat sebagai Direktur Jenderal Lembaga Permasyarakatan dari 1988 hingga 1995. Ia menjadi penegak hukum yang sangat ditakuti.
Berikut beberapa kasus yang pernah ditangani Baharuddin Lopa:
1. Keberanian Lopa tak surut saat dirinya harus berhadapan dengan warlord paling ditakuti, Andi Selle. Andi diduga sering terlibat kasus penyelundupan dan dianggap memberontak terhadap pemerintah Sulawesi Selatan.
2. Lopa pernah menugaskan anak buahnya untuk mengejar tersangka mark-up Hutan Tanaman Industri, Prajogo Pangestu.
3. Lopa juga melacak keberadaan tersangka kasus penyalahgunaan dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia, Sjamsul Nursalim.
4. Penggelapan dana non-neraca Bulog yang menyeret Akbar Tandjung.
5. Kasus korupsi keluarga Soeharto yang diduga telah merugikan negara hingga 30 miliar dolar Amerika selama memerintah.
Diketahui, dalam kesehariannya Lopa dan keluarganya tak pernah hidup mewah menggunakan fasilitas yang diberikan negara seperti kebanyakan pejabat lainnya. Keluarganya selalu hidup dalam kesederhanaan. Bahkan sang istri, Indrawulan Majid Tongai tak pernah diantar kendaaran dinas. Ia selalu naik bus saat pulang ke Majene, daerah asalnya.
Kisah lain yang membuat publik berdecak kagum dengan sosok Baharuddin Lopa adalah ketika dirinya ingin membeli mobil. Namun ia mengurungkan niatnya lantaran menurutnya, harga mobil Rp100 juta kala itu termasuk mahal bagi dirinya.
Pengusaha di Sulsel kala itu, Jusuf Kalla, pun berniat memberikan mobil untuk Lopa, tapi ia menolak. Ia tak mau diistimewakan dan memilih membayar angsuran untuk membeli mobil tersebut.
Saat ditunjuk oleh Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) sebagai Jaksa Agung pada tahun 2001, Lopa harus berangkat ke Arab Saudi untuk serah terima tugas kepada Wakil Duta Besar KBRI Riyadh, Kemas Fachruddin. Karena ia sebelumnya bertugas sebagai Duta Besar di Arab Saudi.
Usai menyerahkan tugasnya, Lopa melaksanakan umrah di Makkah melalui jalur darat yang memakan waktu 10 jam.
Tepat pada hari Selasa (3/7/2001), perutnya mual-mual dan langsung dilarikan ke Rumah Sakit Al-Hammadi, Riyadh. Sayang, nyawa Lopa sudah tak tertolong. Meninggalnya Baharuddin Lopa secara mendadak membuat banyak orang berduka. Dunia internasional dan Indonesia kehilangan pejuang tangguh dalam menentang korupsi.
Laporan | : | Fadli |
Editor | : | Ruslan Amrullah |