Ahad, 14 Desember 2025 - 22:01 WIB
Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Bojonegoro menilai pria berinisial S (65) terbukti melakukan pembunuhan terhadap dua orang jemaah shalat Subuh di Mushala Al-Manar, Kedungadem, Bojonegoro, Jawa Timur, pada bulan April 2025 lalu.(Foto: Surya.co.id)

Artikel.news, Bojonegoro - Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Bojonegoro menilai pria berinisial S (65) terbukti melakukan pembunuhan terhadap dua orang jemaah shalat Subuh di Mushala Al-Manar, Kedungadem, Bojonegoro, Jawa Timur, pada bulan April 2025 lalu.
Olehnya itu majelis hakim menjatuhkan vonis mati kepada S pada siang yang berlangsung pada Kamis (11/12/2025).
Agenda persidangan pembacaan putusan dipimpin Ketua Majelis Hakim Wisnu Widiastuti, serta dua hakim anggota, Ida Zulfa Mazida dan Achmad Fachrurrozi, di Ruang Kartika PN Bojonegoro.
Majelis hakim memutuskan pria tua itu bersalah dan terbukti melakukan pembunuhan berencana sebagaimana yang diatur dalam pasal 340 KUHP.
Putusan tersebut lebih berat dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang sebelumnya menuntut terdakwa divonis seumur hidup.
"Terdakwa terbukti secara sah, melakukan pembunuhan berencana dan penganiayaan yang menyebabkan kematian. Karena itu, (pengadilan) menjatuhkan pidana mati," ujar Wisnu Widiastuti, dilansir dari Kompas.com, Ahad (14/12/2025).
Dalam perkara ini, S dengan sadar melakukan penganiayaan dan pembunuhan terhadap Abdul Aziz dan Cipto Rahayu.
Majelis hakim juga menyebut sejumlah hal yang memberatkan dalam menjatuhkan vonisnya.
Perbuatan terdakwa dinilai terlampau keji dan meresahkan masyarakat karena dilakukan secara sadis dan kejam.
Selain itu, pembuatan terdakwa dilakukan mushala yang seharusnya menjadi tempat ibadah dan ruang aman bagi masyarakat.
Terlebih, tindakan tersebut dilakukan saat para korban tengah melaksanakan shalat Subuh berjamaah.
Terdakwa juga melakukan kekerasan terhadap saksi Arik Wijayanti ketika berusaha melindungi suaminya, Abdul Aziz. Akibat penganiayaan itu, saksi mengalami luka berat.
Majelis hakim menegaskan bahwa perbuatan terdakwa tidak hanya menimbulkan korban jiwa, tetapi juga meninggalkan luka psikologis yang mendalam bagi keluarga korban.
"Majelis hakim melihat tidak ada rasa penyesalan dari terdakwa, terlihat dari sikap dan ucapan terdakwa selama persidangan," ungkap Widiastuti.
Sementara S melalui kuasa hukumnya, Sunaryo Abu Naim, mengaku masih mempertimbangkan.
"Hasil koordinasi dengan terdakwa, kami minta waktu untuk berpikir. Untuk langkah selanjutnya masih kami siapkan," kata Sunaryo.
| Laporan | : | Supri |
| Editor | : | Ruslan Amrullah |