Sabtu, 06 November 2021 - 15:25 WIB
Terdakwa Nurdin Abdullah saat menjalani sidang secara virtual dari Jakarta, Jumat (5/11/2021).(foto: Detik.com)
Artikel.news, Makassar - Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Ronald Worotikan mencecar terdakwa Nurdin Abdullah dengan pertanyaan menohok pada sidang lanjutaan dugaan suap dan gratifikasi yang berlangsung di Pengadilan Negeri Makassar, Jumat (5/11/2021).
Ia menanyakan apakah Nurdin Abdullah sebagai gubernur atau kepala daerah, menerima uang dari pengusaha baik secara langsung ataupun lewat eks ajudannya, Syamsul, bisa dibenarkan?
"Berdasarkan sumpah jabatan dan kode etik pemerintahan, apakah dibenarkan? Ini terkait dengan tuntutan kami nanti," tanya JPU Ronald ke Nurdin Abdullah, dilansir dari SuaraSulsel.id, Sabtu (6/11/2021).
Pertanyaan JPU membuat Nurdin Abdullah cukup lama terdiam. Ronal kemudian menanyakan pertanyaan yang sama hingga tiga kali.
Nurdin Abdulah lantas menjawab bahwa hal tersebut tak masalah, selama pemberian itu sifatnya bantuan.
"Kalau itu (untuk) pribadi, itu tidak boleh. Tapi itu kan bantuan, jadi boleh. Kalau pribadi, itu tidak boleh. Kalau bantuan saya rasa tidak ada masalah," ujarnya.
Menurut Nurdin, uang yang ia dapatkan dari pengusaha itu sifatnya bantuan. Bukan untuk kepentingan pribadi.
Uang dari Agung Sucipto 150 ribu dolar Singapura (SGD) misalnya. Uang itu merupakan sumbangan Agung untuk salah satu pasangan calon di Bulukumba. Bukan untuk Nurdin Abdullah.
Begitu pun dengan uang dari pengusaha bernama Ferry Tanriady Rp2,2 miliar. Uang itu untuk pembangunan masjid di kompleks perumahannya, di Perdos Unhas.
Ada pula dari pengusaha bernama Haeruddin Rp1 miliar. Uang itu juga merupakan bantuan untuk masjid yang sama.
Kemudian dari Haji Momo 200 ribu SGD. Uang itu, kata Nurdin ada di Syamsul Bahri.
"Untuk (sumbangan) masjid kalau saya ke daerah. Saya tidak pernah lihat wujudnya," ujarnya sesuai dengan Berita Acara Pemeriksaan (BAP).
Nurdin menambahkan uang dari Haji Momo itu awalnya diserahkan ke iparnya, Ikbal. Namun, Iqbal menolak.
"Saya marah loh. Saat tahu itu, saya sampaikan ke Syamsul tegur itu Haji Momo. Jangan libatkan keluarga, apalagi kasih uang ke keluarga," ujar Nurdin.
Namun ternyata Haji Momo memberikan uang itu lagi ke Syamsul Bahri. Kata Nurdin, Syamsul sempat melaporkan bahwa uang itu disimpan di rumah jabatan.
JPU Ronald Worotikan kemudian menanyakan lagi, jika marah saat itu, kenapa uangnya tidak dikembalikan ke Haji Momo?
Nurdin berdalih sudah meminta Syamsul untuk mengembalikan. Namun ternyata tidak dikembalikan. Ia juga tidak pernah melihat wujud uang tersebut.
"Saya tidak cek lagi karena saya sudah terlanjur marah. Saya bilang tidak boleh seperti itu," kata Nurdin Abdullah.
"Ada saudara menyuruh Syamsul menyimpan uang tersebut? Coba saudara jujur," tanya JPU Ronald lagi.
"Saya tidak cek lagi. Syamsul yang menyimpan," ujar Nurdin.
Menanggapi pernyataan Nurdin, Ronald mengaku sangat menyayangkan. Pernyataan itu bisa memberat tuntutan dari JPU nanti.
"Seharusnya seorang pak Nurdin Abdullah yang pernah mendapatkan penghargaan Anti Korupsi Award, harusnya mengetahui bahwa penyelenggara tidak layak menerima (uang)," ujar Ronald dengan nada bergetar.
"Tidak patut seorang gubernur menyatakan bahwa itu boleh-boleh saja. Apalagi uang itu masih ada di brankas pak Nurdin," tambahnya.
Menurutnya, di dalam aturan yang berlaku, seorang penyelenggara negara sama sekali tidak boleh menerima pemberian apapun atau terlibat KKN. Dalam UU, sudah jelas diatur.
Apalagi Nurdin Abdullah mau menerima uang itu dari orang yang memiliki kepentingan. Kepentingan kontraktor adalah mencari proyek di Pemprov Sulsel.
Menurut Ronald, tentunya itu akan berpengaruh terhadap tuntutan. Keterangan Nurdin itu bisa memberatkan.
"Ya, tentu. Pada saat nanti mengajukan tuntutan, JPU akan memasukkan hal yang meringankan dan memberatkan. Dengan pernyataan itu tidak patut rasanya seorang gubernur menyatakan itu," tegasnya.
Laporan | : | Supri |
Editor | : | Ruslan Amrullah |