Sabtu, 23 Oktober 2021 - 16:14 WIB
Artikel.news, Mojokerto - Pengasuh pondok pesantren (ponpes) di Mojokerto, AM (52), menjadi tersangka kasus pencabulan dan pemerkosaan. Ternyata, Ponpes tersebut juga ilegal dan tidak layak dijadikan pesantren.
Kepala Kantor Kemenag Mojokerja Barozi mengemukakan bahwa lembaga ini memang relatif tidak dikenal, secara kelembagaan pondok tahfiz ini belum terdaftar di Kementerian Agama.
"Sehingga lepas dari monitoring kami. Ada kejadian seperti ini benar-benar mengagetkan kami semua dan memprihatinkan bagi kalangan pesantren di Mojokerto khususnya. Mudah-mudahan tidak terulang lagi di tempat-tempat lain hal seperti ini," kata Barozi, dikutip dari Detik.com, Sabtu (23/10/2021).
Ia menjelaskan, setiap ponpes harus mempunyai izin operasional dari Kementerian Agama. Untuk mengantongi izin tersebut, ponpes wajib mempunyai badan hukum, sarana dan prasarana berupa gedung, asrama santri, ruang kelas untuk kegiatan belajar mengajar, mempunyai santri, serta pengasuh.
"Nah, lembaga Ponpes ini termasuk tidak memenuhi kriteria itu. Karena tempatnya saja tidak representatif berupa hunian rumah biasa," terang Barozi.
Santriwati yang Diperkosa Pengasuh Ponpes di Mojokerto Butuh Trauma Healing
Ponpes yang berdiri sejak 2010 itu, saat ini mempunyai sekitar 100 santri.
Para santri ditempatkan di dua lokasi berbeda yang merupakan rumah keluarga AM. Yakni rumah di Desa Sampangagung, Kecamatan Kutorejo dan rumah di Desa Simbaringin, Kecamatan Kutorejo.
Menurut Barozi, selama ini pengasuh Ponpes itu belum pernah mengajukan izin operasional.
"Sama sekali belum. Memang awalnya berupa taman pendidikan Al-Qur'an (TPQ), mungkin dalam perjalanannya berkembang menjadi semacam pondok tahfiz," jelasnya.
Mencuatnya kasus pencabulan dan pemerkosaan santriwati yang dilakukan pengasuh Ponpes, menurut Barozi, otomatis membuat pesantren tersebut ditinggalkan para santri.
Ponpes yang dipimpin AM itu ditutup sejak Jumat (15/10) oleh masyarakat dan tiga pilar desa setempat.
Ia menegaskan, Ponpes itu tidak lagi mempunyai kesempatan untuk mengurus izin operasional, meski kasus yang menjerat pengasuhnya sudah tuntas. Karena perbuatan AM dinilai telah menodai dunia pesantren di Kabupaten Mojokerto.
"Saya kira dengan kasus ini kita bisa berkesimpulan tidak mungkin akan kami izinkan lagi karena bagaimanapun ini menjadi secercah noda bagi dunia pesantren. Karena dasar pembekuan kami tidak ada, saya berharap masyarakat bisa menyeleksi secara alamiah bahwa ada seperti ini tidak layak untuk dihuni oleh santri-santri, yang berniat baik ditangani oleh pengasuh ponpes yang akhlaknya tidak memenuhi syarat," pungkasnya.
Polres Mojokerto telah menetapkan AM sebagai tersangka dalam kasus pencabulan dan pemerkosaan terhadap seorang santriwatinya sendiri pada Selasa (19/20). Pengasuh Ponpes itu ditahan di Rutan Polres Mojokerto pada hari yang sama.
AM mencabuli dan memerkosa seorang santriwati sejak tahun 2018 sampai September 2021. Kala itu, usia gadis asal Kecamatan Buduran, Sidoarjo tersebut setara dengan anak kelas 5 SD. Saat ini korban berusia 14 tahun lebih 8 bulan.
Melalui tim pengacaranya, AM membantah telah mencabuli dan memerkosa santriwatinya sendiri. Karena ia tinggal di lokasi berbeda dengan korban. AM disebut tinggal di pondok putra di Desa Sampangagung, Kecamatan Kutorejo.
Sedangkan korban di pondok yang berlokasi di Desa Simbaringin, Kecamatan Kutorejo untuk santri putri.
Laporan | : | Supri |
Editor | : | Ruslan Amrullah |