Kamis, 20 November 2025 - 17:56 WIB
Komisi II DPRD Provinsi Sulawesi Barat kunjungan kerja ke Kantor Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Provinsi Sulawesi Selatan, di Kota Makassar, pada Selasa (18/11/2025).

Artikel.news, Makassar - Komisi II DPRD Provinsi Sulawesi Barat kunjungan kerja ke Kantor Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Provinsi Sulawesi Selatan, di Kota Makassar, pada Selasa (18/11/2025).
Kunjungan ini dilakukan untuk memperkuat pengawasan dan koordinasi terkait tata kelola perizinan pendirian dan operasional pabrik serta industri melalui sistem Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP).
Rombongan dipimpin oleh para pimpinan DPRD Sulbar dan pimpinan Komisi II DPRD Sulbar.
Di antaranya Wakil Ketua DPRD St Suraidah Suhaardi dan Munandar Wijaya, Wakil Ketua Komisi II Jumiaty Andi Mahmud, Sekretaris Komisi II Ary Iftikhar Shihab, para anggota komisi II yaitu; Habsi Wahid, Jalaluddin, Fadhily, Haeruddin, Sufalkri Sultan, Firman Argo Waskito, dan Abd Aziz Kulla.
Dalam sesi pemaparan, pejabat fungsional DPMPTSP Sulsel, Irmala Mansur, menjelaskan bahwa proses perizinan usaha mengacu pada PP Nomor 28 Tahun 2025.
Peraturan tersebut menegaskan tiga persyaratan dasar perizinan, yaitu Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR), Persetujuan Lingkungan (PL), serta Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) dan Sertifikat Laik Fungsi (SLF). Seluruh proses kini dijalankan secara elektronik melalui sistem Online Single Submission (OSS).
Irmala mengungkapkan bahwa salah satu persoalan umum dalam perizinan adalah ketidaksesuaian kegiatan usaha dengan KBLI (Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia). Hal tersebut kerap menimbulkan polemik di masyarakat, terutama ketika jenis usaha di lapangan tidak sesuai dengan izin yang diterbitkan.
Ia mencontohkan kasus izin tambang batu yang ternyata juga menggali pasir, sehingga menimbulkan sengketa kewenangan, potensi kerusakan lingkungan, hingga kerugian penerimaan negara.
DPMPTSP Sulsel juga menjelaskan alur perizinan mulai dari pendaftaran, pemeriksaan dokumen, validasi teknis oleh OPD terkait, hingga penerbitan izin melalui OSS. Jika ditemukan ketidaksesuaian dokumen atau peruntukan, sistem secara otomatis menolak permohonan.
Selain itu, mekanisme pengawasan usaha juga diurai, mencakup pengawasan rutin dan insidentil.
Kedua jenis pengawasan tersebut mengacu pada data perusahaan dalam sistem OSS, yang kemudian ditindaklanjuti melalui surat tugas dan koordinasi lintas OPD.
Pengendalian terhadap pelanggaran izin dilakukan melalui tiga tahap: pemantauan risiko, pembinaan, dan pengawasan.
Apabila perusahaan tidak menyampaikan Laporan Kegiatan Penanaman Modal (LKPM), OSS akan mengeluarkan peringatan berjenjang, mulai dari peringatan pertama (3 bulan), peringatan kedua (30 hari), SP3 (10 hari), hingga pembekuan otomatis.
Bila dalam tiga bulan status pembekuan tidak ada perbaikan, PTSP dapat menerbitkan surat ketidaklayakan operasional.
Wakil Komisi II Jumiaty Mahmud, menilai proses yang dijalankan DPMPTSP Sulsel dapat menjadi rujukan dalam memperkuat tata kelola perizinan di Sulawesi Barat.
Menurutnya, integrasi sistem OSS serta pembagian kewenangan antara PTSP dan OPD teknis dapat meningkatkan transparansi, efisiensi, serta kepastian hukum bagi pelaku usaha.
Melalui kunjungan ini, Komisi II menegaskan komitmennya untuk meningkatkan kualitas pengawasan, sekaligus memastikan bahwa perizinan industri di Sulbar berjalan sesuai prinsip pembangunan berkelanjutan, sebagaimana visi misi Gubernur dan Wakil Gubernur Sulbar, Suhardi Duka-Salim S Mengga.
| Laporan | : | Faisal |
| Editor | : | Ruslan Amrullah |