Sabtu, 07 September 2024 - 13:26 WIB
Parman Parid
Dr. Drs. Parman Parid, MM.
Dosen Universitas Muhammadiyah Parepare
Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota dari Generasi Z (Gen Z) menghadirkan warna baru dalam dunia politik lokal. Mereka adalah simbol kebangkitan generasi muda yang tidak hanya ingin menjadi penonton, tetapi juga pelaku utama dalam perubahan sosial dan politik. Kehadiran mereka dalam Pilkada adalah sinyal positif bagi regenerasi kepemimpinan yang lebih dinamis, adaptif, dan progresif.
Berdasarkan survei yang dilakukan oleh beberapa lembaga survei belum lama bahwa jumlah pemilih dari Gen Z di Parepare berada di sekitaran 60 %. Dan kecenderungan pemilih Gen Z di Pilkada akan memilih se-Gen-nya, ini berarti bahwa sangat menentukan untuk Pilkada di Parepare pada tanggal 27 November 2024.
Oleh karena itu tidaklah terlalu berlebihan jikalau kesempatan ini dimanfaatkan oleh Gen Z untuk menjadi pemimpin yang akan menginspirasi dan membawa pemerintahan lokal ke arah yang lebih inklusif, modern, dan responsif terhadap perkembangan zaman.
Generasi Z (Gen Z), yang lahir antara pertengahan 1990-an hingga awal 2010-an, kini mulai memasuki usia pemilih dan bahkan beberapa di antaranya sudah menjadi bagian dari kandidat dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Keberadaan Gen Z dalam konteks Pilkada sangat signifikan karena mereka adalah generasi yang akan mewarnai arah kebijakan dan pembangunan di masa depan. Memahami Gen Z dalam konteks Pilkada bukan hanya sekedar mengenali siapa mereka, tetapi juga memahami apa yang mereka inginkan dan harapkan dari pemimpin mereka.
Gen Z dikenal sebagai generasi yang melek teknologi, kritis, dan vokal terhadap isu-isu sosial. Mereka tumbuh di era digital dengan akses informasi yang begitu luas dan cepat. Kondisi ini membuat mereka lebih peka terhadap perkembangan politik, sosial, dan ekonomi. Dalam Pilkada, Gen Z cenderung lebih memperhatikan kandidat yang transparan, memiliki rekam jejak yang baik, dan mampu beradaptasi dengan perkembangan zaman. Mereka menginginkan pemimpin yang tidak hanya bisa berbicara, tetapi juga bertindak nyata dan memberikan solusi konkret atas permasalahan yang ada.
Lebih dari itu, Gen Z sangat peduli terhadap isu-isu seperti keberlanjutan lingkungan, kesetaraan, inklusivitas, dan penggunaan teknologi dalam pemerintahan. Dalam Pilkada, kandidat yang dapat mengakomodasi isu-isu ini dan menawarkan solusi inovatif lebih mungkin menarik perhatian mereka. Oleh karena itu, pendekatan kampanye yang tradisional mungkin tidak lagi relevan; diperlukan pendekatan yang lebih kreatif, interaktif, dan berbasis data untuk meraih simpati Gen Z.
Sebagai pemilih, Gen Z juga dikenal cenderung independen dan kurang terikat pada afiliasi politik tradisional. Mereka lebih memilih untuk mendukung individu daripada partai politik, dan mereka tidak ragu untuk mengkritik jika pemimpin yang mereka pilih tidak menepati janji. Ini menjadi tantangan sekaligus peluang bagi para kandidat muda Pilkada untuk lebih terbuka dan adaptif terhadap aspirasi Gen Z.
Kesimpulannya bahwa, memahami Gen Z dalam konteks Pilkada adalah kunci untuk memenangkan hati generasi ini. Kandidat yang mampu memanfaatkan media sosial secara efektif, menunjukkan ketulusan, transparansi, dan keberpihakan pada isu-isu yang relevan dengan Gen Z, akan memiliki peluang lebih besar untuk sukses. Pilkada yang melibatkan partisipasi aktif Gen Z tidak hanya akan memperkaya proses demokrasi tetapi juga memastikan bahwa suara generasi masa depan terdengar dan diperhitungkan dalam pengambilan keputusan politik.
Laporan | : | Parman |
Editor | : | Ruslan Amrullah |