Jumat, 15 Desember 2023 - 08:12 WIB
Oleh: Amran
Ketua JMPP (Jaringan Masyarakat Pemerhati Parepare)
Pilpres atau Pilcaleg suatu yang tidak asing di telinga kita apatah lagi pada tahun 2023 -2024 sebagai tahun politik, tentu saja banyak melahirkan kerawanan seperti konflik kecurangan dalam perhitungan suara, pelanggaran undang undang seperti menggerakkan ASN, ABRI, POLRI, Kades, RW dan RT dan masih banyak lagi yang dapat menimbulkan gangguan atau menghambat proses pemilihan umum yang demokratis.
Bahwa kerawanan pada Pilpres dan Pilcaleg biasanya terjadi karena peserta pemilihan saling berusaha untuk berkompetisi menjadi pemenang dengan berbagai / menghalalkan berbagai macam cara untuk mendapatkan suara terbanyak.
Kami dari Jaringan Masyarakat Peduli Parepare mengajak masyarakat untuk bertindak sebagai pemantau dengan menggunakan media seadanya seperti HP.
Potensial kecurangan yang perlu diwaspadai oleh para relawan, saksi dan pemantau pada Pilpres dan Pilcaleg 2024 antara lain:
1. Pada pleno Kecamatan
2. Dugaan keterlibatan oknum ASN, ABRI, POLRI Kades, RW dan RT
3. Suara di Lapas dan rumah tahanan
Pleno Kecamatan
Bagi para peserta dan relawan Pilpres dan atau Pilcaleg jika muatulity entres demokrasi menjadi pijakan, maka para saksi dan relawan, pemantau dari Pilpres mendata perolehan total suara di TPS-TPS untuk paslon nomor 1, nomor 2 dan nomor 3, kemudian memotret data total surat suara yang digunakan, serta data suara yang sah dan data suara yang tidak sah, dan ini jumlahnya harus sama atau seimbang antara jumlah surat suara digunakan dengan jumalah suara nomor 1 + nomor 2 + suara nomor 3 + surat suara sah + surat suara yang batal harus sama. Jika ada perbedaan 1 angkapun yakinlah dapat dipastikan ada kesalahan, dan ini kemungkinan besar dikarenakan dapat dipastikan terjadi penyimpangan.
Data perolehan suara tersebut selanjutnya dibawa ke kelurahan dan selanjutnya diantar ke kecamatan untuk persiapan pleno perhitungan suara. Di sinilah puncak kerawanan seperti pertukaran suara antar perserta Pilpres. Dan pertukaran suara bagi suara para caleg satu partai dalam satu dapil hal ini dimungkinkan, karena antara lain:
a. Partai besar berebut suara terbanyak agar dapat berpeluang duduk sebagai ketua / wakil ketua DPRD/ DPR.
b. Bagi caleg partai politik kecil berupaya saling mengalahkan caleg caleg dalam partai dan dapil yang sama karena hanya seorang yang dapat terpilih sebagai legislatif melalui perolehan suara tertinggi dalam dapil dan partai yang sama untuk merebut dari sisa hasil suara.
Keterlibatan Oknum ASN, ABRI, POLRI, KADES, RW dan RT
Biasanya diduga atas perintah para penguasa untuk meloloskan keluarga atau kerabat dalam perhelatan Pilpres atau Pilcaleg, jika dilihat dari lingkup daerah diduga dilakukan oleh oknum seperti:
a. Kepala daerah atau mantan kepala daerah yang merasa berjasa atas oknum ASN, Kades, RW, serta RT
b. Pengurus partai (PD, PK dan PL) dengan menggunakan kewenangan menunjuk saksi diikuti dengan berbagai janji dan fasilitas, dengan harapan dalam pleno perhitungan nantinya menambah suara yang didaulat untuk jadi dan mengurangi jumlah suara yang lain dalam satu partai dan satu dapil (kecurangan terstruktur).
Olehnya itu untuk menghindari kecurangan terstruktur pada pleno tersebut diharapkan agar peserta Pilpres dan Pilcaleg membentuk saksi dan relawan dan pemantau yang berlapis yang harus benar-benar merekap dan membaca dan mendokumentasikan data yang diperoleh dari TPS. Sehingga jika ada perbedaan langsung dengan keberanian melakukan kontrol, keberatan dan menyanggah di tempat.
Jika para relawan tidak diperbolehkan masuk, diminta agar menggunakan kaca tembus dan menggunakan sound system saat peleno perhitungan suara.
Di samping itu perlu diingat bahwa pleno perhitungan suara Pilpres dan Pilcaleg 2024 di kecamatan bertepatan pada hari Jumat yang sangat rentan di mana kaum lelaki melaksanakan sholat Jumat. Olehnya itu diharapkan kaum wanita pengambil peran sebagai pemantau, relawan dengan HP kamera tetap di tangan.
Saksi yang ditunjuk oleh pengurus partai sering diduga masuk angin dan melakukan kesepakatan kesepakatan internal untuk mengatur jumlah suara (menambah dan mengurangi) dari paslon yang satu ke paslon yang lain. Demikian juga Pilcaleg dapat menambah atau mengurangi dari caleg nomor urut yang satunya ke nomor urut yang lain agar dapat mengganjal yang lainnya.
Suara di Lapas dan Rumah Tahanan
Sulit kita pungkiri kebijakan Kementerian Hukum dan HAM dalam melakukan mutasi akhir akhir ini, seperti di Jawa Timur dan hampir semua daerah Kalapas dimutasi pertanyaan ada apa dengan semua ini????? Sementara kita ketahui bahwa jumlah Lapas dan Rumah Tahanan kurang lebih 600.
Jika setiap Lapas / Rumah Tahanan memiliki warga binaan rata-rata 600 orang, maka jumlah pemilih sebanyak 360.000 orang. Kemudian TPS yang ada di Lapas dan Rumah Tahanan adalah TPS khusus, di mana semua saksi dan pelaksana / KPPS adalah para sipir. Sementara warga binaan sangat takut dan tunduk kepada para sipir sehingga sangat rentan bagi yang gak berhak nyoblos harus nyoblos atau bahkan bisa saja terjadi cukup dicobloskan dugaan seperti ini perlu pemantauan.
Semoga mutasi itu tidak beraroma untuk memenangkan salah satu Capres, agar mendapat reward berupa promosi dan atau kenaikan pangkat. Ini mirip juga di Kota Parepare dilakukan mutasi pada akhir jabatan sebagai mutasi akhir zaman diduga sarat akan kepentingan untuk mempertahankan status quo dan kepentingan politik praktis.
Idealnya yang melakukan mutasi adalah penjabat akan menggunakan agar terjadi harmonisasi orkestra dalam menjalankan roda pemerintahan.
Bagi kami sebagai pemerhati jika oknum ASN, TNI, POLRI, KADES, RW DAN RT ada merasa tersandra atas kekuasaan, doktrin diminta untuk bersatu jangan menangkan agar tidak merasa tersandra. Artinya bila kemenangan berpihak pada penyandera maka selanjutnya anda akan tersandera.
Laporan | : | Amran |
Editor | : | Ruslan Amrullah |