Selasa, 08 Maret 2022 - 16:51 WIB
Ilustrasi pasar murah minyak goreng
Artikel.news, Jakarta - Langkanya minyak goreng di tengah masyarakat dinilai akibat rantai pasokan bermasalah. Sementara harga di pasaran masih jauh dari Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan Kementerian Perdagangan.
Penilaian ini disampaikan anggota Komisi VI DPR RI, Deddy Yevri Hanteru Sitorus.
"Saya melihat rantai pasoknya dari hulu hingga hilir bermasalah," kata Deddy Yevri Hanteru Sitorus, yang dikutip dari Medcom.id, Selasa (8/3/2022).
Menurutnya, rantai pasok itu mulai dari pekebun sawit, produsen CPO, pabrik minyak goreng, distributor, agen, hingga pedagang, sudah tidak saling nyambung. Semua pihak dirugikan.
"Jadi tidak hanya rakyat yang kesulitan mendapatkan barang, tetapi harganya pun sangat mahal. Sebab produsen CPO juga mengeluh," ujarnya.
Dia mengaku mendapat laporan produsen CPO mengeluh karena tidak ada jaminan mereka bisa melakukan ekspor. Padahal mereka mengaku sudah memenuhi persyaratan kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) dan Domestic Price Obligation (DPO) minyak goreng.
"Di sisi produsen minyak goreng, mayoritas merasa masih kesulitan mendapatkan bahan baku," kata Deddy.
Padahal, jika dilihat struktur industrinya, dari sekitar 400 pabrik minyak goreng yang ada, hampir 51 persen dari total produksi dikuasai 4-5 perusahaan.
“Artinya, sebenarnya mudah sekali untuk mengetahui sebaran hasil produksi minyak goreng dari pabrik-pabrik itu,” ujarnya.
Deddy mengaku bingung, kebutuhan bahan baku minyak goreng dalam negeri hanya sekitar 10 persen dari total produksi CPO nasional yang mencapai di atas 49 juta ton per tahun.
"Kita hanya butuh sedikit di atas 5 juta ton per tahun untuk minyak goreng, tetapi pasokan minyak tetap tidak bisa terpenuhi. Bahkan bila ditambahkan dengan kebutuhan CPO untuk program B30 yang mencapai sekitar 9 juta ton, produksi kita masih sangat aman. Walau pun pengusaha dan eksportir CPO dikenakan kewajiban DMO 30 persen, mereka tetap akan untung karena harga internasional masih tinggi mencapai Rp15 ribu /kg," katanya.
Dia berharap Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian serta Kementerian ESDM segera duduk bersama dengan para stakeholder terkait dan para pelaku industri.
"Sengkarut ini merugikan semua pihak, mulai dari hulu hingga ke hilir, konsumen dan bahkan negara secara tidak langsung juga dirugikan," ujar Deddy
Sebelumnya, Inspektur Jenderal Kementerian Perdagangan (Kemendag) Didid Noordiatmoko mengatakan saat ini produksi minyak goreng sudah mendekati kebutuhan sehingga kelangkaan terhadap produk tersebut seharusnya bisa teratasi paling lambat akhir Maret 2022.
"Persediaan sebenarnya tersedia. Selisih kebutuhan ini sudah mendekati normal. Akhir bulan ini secara teoritis sudah cukup," kata Didid, saat memantau operasi pasar minyak goreng di Pasar Alang-Alang Lebar, Palembang, Sabtu (5/3/2022).
Menurut Didit, kelangkaan minyak goreng ini berlarut-larut lantaran kompleksnya persoalan dari hulu hingga ke hilir. Pemerintah secara bertahap menyelesaikan persoalan produksi hingga distribusi minyak goreng.
Akan tetapi, kata dia, muncul persoalan baru, panic buying. Lantaran sempat kesulitan mendapatkan minyak goreng dengan harga yang terjangkau, membuat masyarakat membeli melebihi kebutuhan ketika mendapatkan kesempatan.
Laporan | : | Fadli |
Editor | : | Ruslan Amrullah |