Kamis, 01 Mei 2025 - 21:22 WIB
Dewi Agustiningsih (26), wisudawan program doktor tercepat dalam sejarah UGM.(Foto: Dok. UGM)
Artikel.news, Yogyakarta - Pencapaian luar biasa datang dari salah satu wisudawan program doktor atau S3 di Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta. Wisudawan tersebut adalah Dewi Agustiningsih yang berasal dari Program Studi Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA).
Dewi dinobatkan sebagai lulusan doktor tercepat dalam sejarah UGM, mengingat rata-rata masa studi program doktor di kampus tersebut adalah 4 tahun 7 bulan.
Ia berhasil menyelesaikan studi doktoralnya hanya dalam waktu 2 tahun 6 bulan 13 hari, menunjukkan dedikasi luar biasa untuk mencapai prestasi ini.
Bukan hanya itu, Dewi juga menjadi wisudawan doktor termuda, lulus pada usia 26 tahun 6 bulan, sementara rerata usia lulusan doktor kali ini adalah 42 tahun 6 bulan 16 hari.
Prestasi Dewi ini tentu menginspirasi banyak pihak, terlebih karena ia telah berkarier sebagai dosen di Program Studi Kimia Institut Teknologi Bandung (ITB).
Dilansir dari Kompas.com, Kamis (1/4/2025), lulus sebagai sarjana Kimia UGM pada 2020, Dewi melanjutkan studi magister dan doktoral di kampus yang sama, yang membawanya lulus pada tahun 2022 untuk program magister dan 2025 untuk program doktoral.
Dewi mengungkapkan rasa syukurnya atas kesempatan yang diberikan untuk menyelesaikan studi doktoralnya, meskipun menghadapi berbagai tantangan sepanjang perjalanan pendidikan.
Ia merasa beruntung dapat memulai kuliah pada tahun 2016 dengan bantuan beasiswa Bidikmisi. Setelah menyelesaikan pendidikan S1 pada 2020, Dewi kembali mendapatkan kesempatan untuk mengikuti program Pendidikan Magister menuju Doktor untuk Sarjana Unggul (PMDSU).
Program ini memberikan peluang bagi sarjana unggulan untuk langsung melanjutkan ke jenjang S2 dan S3 secara bersamaan.
“Awalnya, saya tidak menyangka bisa sampai di jenjang doktoral. Tapi setelah menyelesaikan S1, saya mendapatkan kesempatan mengikuti seleksi program PMDSU, dan bersyukur diterima,” ungkap Dewi seperti dikutip pada laman resmi UGM.
Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi Dewi adalah keterbatasan ekonomi selama menjalani pendidikan.
Saat menjalani kuliah S1, Dewi hanya menerima uang saku sebesar Rp600 ribu per bulan, yang harus cukup untuk memenuhi biaya kos, makan, dan kebutuhan perkuliahan.
Namun, tantangan tersebut tidak membuat Dewi menyerah. Ia belajar untuk mandiri dan mengelola sumber daya yang terbatas, hingga akhirnya berhasil menyelesaikan studi doktoral.
“Motivasi saya sederhana. Saya hanya ingin membuktikan bahwa latar belakang ekonomi tidak membatasi impian seseorang,” ujarnya.
Dalam disertasinya, Dewi mengkaji sintesis dan pengembangan material katalis berbasis material anorganik, yang difokuskan pada aplikasi reaksi organik, seperti reaksi cross-coupling.
Penelitian tersebut melibatkan modifikasi material berbasis silika dan titania dengan senyawa organosilan dan logam transisi untuk meningkatkan aktivitas dan kestabilannya sebagai katalis heterogen.
“Tujuannya adalah menghasilkan material yang bisa digunakan untuk sintesis senyawa-senyawa penting, namun dengan metode yang lebih ramah lingkungan dan efisien,” kata Dewi menjelaskan.
Sebagai dosen yang berkomitmen pada Tri Dharma pendidikan, Dewi berniat untuk melanjutkan penelitian yang telah dilakukannya.
Ia berharap, dapat mengembangkan material katalis yang tidak hanya aktif, tetapi juga stabil dalam berbagai kondisi reaksi.
Dewi juga tertarik untuk menjajaki kolaborasi lintas disiplin. Seperti antara kimia material dengan teknik lingkungan atau farmasi, untuk menciptakan aplikasi yang lebih luas.
Ke depannya, Dewi berencana untuk terus mengembangkan riset di bidang katalis dan kimia material.
Dewi merupakan satu 1.455 mahasiswa pascasarjana UGM yang mengikuti prosesi wisuda pada Rabu (23/4/2025) lalu.
Dari jumlah tersebut, 1.263 di antaranya adalah wisudawan program magister, 83 spesialis, 17 subspesialis, dan 92 doktor.
Laporan | : | Fadli |
Editor | : | Ruslan Amrullah |