Kamis, 05 September 2024 - 07:26 WIB
Golongan milenial merupakan golongan pemilih yang memiliki karakteristik tersendiri menentukan pilihan. Dan, pilihan mereka dijatuhkan pada pasangan Assami.
“Untuk mencapai sesuatu harus diperjuangkan seperti mengambil buah kelapa. Tidak menunggu seperti jatuhnya durian yang telah masak.”
– Mohammad Natsir, ulama, politisi dan pejuang kemerdekaan RI
HARI KAMIS, 28 Agustus 2024 siang. Panas matahari tak terkira panasnya. Tetapi, ribuan orang yang memenuhi jalan depan Kantor KPUD Polman di Pekkabata tak bergeming. Mereka tak peduli.
Mereka berdiri dan duduk di sepanjang trotoar dan bibir selokan sambil menyantap makan dan menunggu Haji Samsul Mahmud dan Hajjah Andi Nursami Masdar mendaftar sebagai calon bupati/wakil bupati Polman.
Mereka yang tak peduli pada teriknya matahari dan debu yang beterbangan itu adalah kaum milenial. Hampir 80 persen yang mengantar pasangan Assami hari itu berasal dari generasi milenial Gen-Z.
Golongan milenial merupakan golongan pemilih yang memiliki karakteristik tersendiri menentukan pilihan. Dan, pilihan mereka dijatuhkan pada pasangan Assami.
Sebelum pendaftaran calon bupati/wakil bupati dibuka oleh KPU, sekelompok pemuda milenial secara terbuka dan berani menyatakan dukungannya pada Aji Assul.
“Kami sudah bikin kelompok. Namanya, Pemuda Milenial AA,” terang Fadil, sang koordinator pemuda milenial, pertengahan November 2023.
“Anggota kami sudah 40 orang lebih. Kami akan terus bergerak mensosialisasikan pak Aji Assul dalam setiap kesempatan,” tambahnya.
Menurut Fadil, generasi muda melihat figur Aji Assul yang muda dan mengerti keinginan kaum milenial.
“Kami di mata Pak Aji Assul itu seperti teman yang selalu dibimbingnya tanpa memperhatikan latar belakang keluarga. Kami, diperlakukan sangat baik, gitu,” beber Fadil.
“Wajar dong kalau kita mau Aji Assul memimpin Polman ke depannya. Apalagi, Pak Aji Assul seorang pengusaha sukses,” sambungnya.
Sebagai bentuk dukungan yang bukan kaleng-kaleng, Fadil mengajak semua pihak, terutama generasi muda untuk bergabung dalam barisan milenial mendukung Aji Assul. Sebab, menurutnya, figur yang akan mampu mewujudkan kebaikan dan kesejahteraan masyarakat Polman hanya ada pada diri Aji Assul.
Dukungan kaum milenial lainnya datang dari Andi Iwan. Seorang pengusaha muda dan konten kreator asal Wonomulyo, Polman. Bentuk dukungannya tidak main-main. Serius dan militan. Beranda media sosialnya diwarnai poster Aji Assul dan Andi Nursami.
Bahkan, foto profilnya di dadanya tertera: Assami. “Sudah banyak calon yang . ajak gabung. Tapi saya tolak,” akunya lewat percakapan messenger. “Selain ada hubungan keluarga, dengan Pak Aji juga sudah sehati. Sulit untuk tidak mendukung beliau,” lanjutnya memberikan alasan.
Tidak sedikit pengorbanan waktu dan materi yang telah diberikan oleh Andi Iwan dalam mensosialisasikan Aji Assul dan Andi Nursami. “Itu Ikhlas demi kemajuan kaum milenial dan masyarakat Polman,” imbuhnya.
ISTILAH GENERASI MILENIAL memang lagi enak di kuping. Di mana-mana banyak orang fasih menyebutnya. Oleh karena lagi tren – bahasa gaulnya viral – semua hal yang berstatus orang muda dikaitkan dengan generasi milenial.
Dalam tinjauan linguistik setiap generasi punya sebutan masing-masing. Ada generasi baby boomers, generasi XYZ, generasi milenial, dan generasi alpha. Istilah-istilah tersebut merupakan label bagi kelompok generasi yang lahir pada rentang waktu tertentu.
Kita mulai dari Generasi Baby Boomers. Generasi ini lahir pada 1946-1964. Mereka kini sudah akik-akik. Mungkin juga sudah ada di alam lain. Generasi X lahir pada 1965-1980. Ini juga sebagian sudah mengantongi minyak angin ke mana-mana. Generasi Y atau Millenial 1981-1996. Generasi Z kelahiran 1997-2012. Sedangkan Generasi Alpha sebutan bagi mereka yang nongol tahun 2010-20211. Yang terakhir ini belum bisa mencoblos!
Karakteristik golongan Milenial berbeda-beda berdasarkan wilayah dan kondisi sosial-ekonomi. Namun, generasi ini umumnya ditandai oleh peningkatan penggunaan dan keakraban dengan komunikasi, media, dan teknologi digital.
Di sebagian besar belahan dunia, pengaruh mereka ditandai dengan peningkatan liberalisasi politik dan ekonomi; meskipun pengaruhnya masih diperdebatkan.
Istilah generasi milenial berasal dari “millennials” yang diciptakan oleh dua pakar sejarah dan penulis Amerika, William Strauss dan Neil Howe. Kedua pakar ini menggambarkan siklus generasi berulang yang diteorikan dalam sejarah Amerika dan Barat.
Menurut teori tersebut, peristiwa sejarah dikaitkan dengan persona generasi yang berulang (arketipe). Setiap persona generasi memicu era baru (disebut perubahan) yang berlangsung sekitar 21 tahun, di mana iklim sosial, politik, dan ekonomi baru bermunculan.
Mereka adalah bagian dari “siklus saeculum” yang lebih besar (kehidupan manusia yang panjang, yang biasanya berlangsung sekitar 85 tahun, meskipun beberapa saecula berlangsung lebih lama). Teori tersebut menyatakan bahwa krisis berulang dalam sejarah setelah setiap saeculum, yang diikuti oleh pemulihan (puncak).
Selama pemulihan ini, lembaga dan nilai-nilai komunitarian menjadi kuat. Pada akhirnya, arketipe generasi berikutnya menyerang dan melemahkan lembaga atas nama otonomi dan individualisme, yang akhirnya menciptakan lingkungan politik yang penuh gejolak yang mematangkan kondisi untuk krisis lainnya.
Strauss dan Howe meletakkan dasar teori itu dalam buku “Generations: The History of America's Future, 1584 to 2069. Serangkaian biografi generasi mulai ditelisik dari tahun 1584 dan akan berakhir pada tahun 2069. Teori Strauss dan Howe ini dalam bidang studi generasi, pemasaran, manajemen bisnis, digital, dan perilaku manusia.
Teori generasi secara aktif dipelajari dan dimodifikasi oleh pusat-pusat penelitian terkemuka di dunia, misalnya seperti perusahaan konsultan internasional Amerika McKinsey & Company atau Pusat Penelitian McCrindle Australia.
Di Indonesia, studi generasi lebih banyak diarahkan untuk mengklasifikan kepentingan politik dan elektoral. Generasi milenial menjadi sasar mendulang suara di setiap pemilihan. Walau begitu, generasi (golongan) milenial merupakan bagian yang penting dari pemilih di Indonesia.
Faktor politik yang mempengaruhi sikap pemilih milenial antara lain kesadaran akan kredibilitas calon dan relevansi program-program mereka, pilihan ideologis dan nilai politik, transparansi dan akuntabilitas politik serta media dan kampanye politik.
Pada Pemilu 2024 Komisi Pemilihan Umum (KPU) menetapkan daftar pemilih tetap (DPT) 204.807.222 pemilih. Dari jumlah ini 66,8 juta adalah generasi milenal yang lahir dari tahun 1980-an sampai menjelang tahun 2000. Dengan demikian sepertiga pemilih pemilu 2024 adalah generasi milenial.
Dr. Asep Setiawan, Dosen Magister Ilmu Komunikasi di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Muhammadiyah Jakarta menilai, faktor politik yang menentukan partisipasi kalangan milenial adalah kesadaran akan kredibilitas calon dan relevansi program-program mereka mengatasi isu-isu yang dianggap penting oleh generasi milenial. Program itu memiliki dampak signifikan terhadap partisipasi politik mereka.
Kaum milenial cenderung memberikan dukungan kepada calon yang memiliki rekam jejak yang baik dalam memenuhi janji-janji kampanye. Dikatakan oleh Asep, bahwa memahami latar belakang dan pandangan calon dengan cermat memungkinkan generasi milenial untuk membuat pilihan politik yang lebih terinformasi.
Partisipasi politik generasi milenial juga dipengaruhi oleh sejauh mana calon dan partai politik mencerminkan nilai-nilai dan ideologi yang mereka pegang.
Identifikasi dengan pandangan politik tertentu dapat menjadi dorongan bagi mereka untuk turut serta dalam memilih calon dan partai yang sejalan dengan keyakinan mereka. Pengkajian mendalam tentang pandangan politik generasi ini dan ketersesuaian dengan pandangan calon politik dapat menjadi dasar bagi strategi kampanye yang lebih relevan.
“Generasi milenial cenderung menuntut transparansi dan akuntabilitas dalam ranah politik. Mereka memiliki keinginan untuk memahami dengan jelas kebijakan politik, sumber daya yang digunakan, dan integritas calon serta partai politik. Ketidaktransparanan atau skandal politik dapat menghambat partisipasi politik mereka. Kesadaran mengenai kualitas transparansi dan akuntabilitas calon dapat memengaruhi tingkat partisipasi generasi milenial,” katanya dalam Lectures Series virtual “Aspirasi dan Partisipasi Milenial dalam Pemilu 2024, Selasa, 22 Agustus 2023 di Jakarta, sebagaimana dilansir situs Universitas Muhammadiyah Jakarta.
DATA KPU Polman menunjukan, jumlah pemilih pada Pemilu Serentak 2024 di Kabupaten Polewali Mandar mengalami peningkatan dibandingkan pemilu sebelumnya. Tambahan pemilih ini didominasi pemilih pemula atau kaum milenial. Jumlah itu berdasarkan perbandingan DPT 2019 mencapai 303.864 orang.
Sementara DPT 2024 sebanyak 345.281 pemilih. DPT ini tersebar di 16 Kecamatan, Terbanyak di Kecamatan Polewali 47.274. Disusul Kecamatan Campalagian 46.580, Dan, Kecamatan Wonomulyo di angka 37.968.
Jumlah pemilih di kecamatan lain adalah Kecamatan Tinambung (17.711), Kecamatan Tutar (16.022, Kecamatan Binunang (28.343), Kecamatan Tapango (18.758), Kecamatan Mapilli (24.133), Kecamatan Matangnga (4.305), Kecamatan Luyo (23.349), Kecamatan Limboro (13.902), Kecamatan Balanipa (20.471), Kecamatan Anreapi (8.337), Kecamatan Matakali (19.796), Kecamatan Allu (10.492), Kecamatan Bulo (7.695).
Dari total DPT ini berdasarkan jenis kelamin laki-laki berjumlah 170.372, sementara perempuan 174.909. Pemilih tersebar di 1.362 TPS.***
Laporan | : | Alfian |
Editor | : | Ruslan Amrullah |