Senin, 28 Agustus 2023 - 21:06 WIB
Handika Dany Rahmayanti.(Foto: Dok. Pribadi)
Artikel.news, Jakarta - Handika Dany Rahmayanti adalah perempuan yang dinobatkan sebagai doktor fisika termuda. Pasalnya, ia baru berusia 24 tahun tapi sudah menyelesaikan pendidikan S3 dan meraih gelar doktor.
Pencapaiannya itu membuat Handika berhak mendapat penghargaan dari Museum Rekor Indonesia (MURI). Ia lalu dinobatkan sebagai "Perempuan Peraih Gelar Doktor Fisika Termuda" di tahun 2021.
Di bawah bimbingan Prof Mikrajuddin, Handika berhasil lulus dari Institut Teknologi Bandung (ITB) dengan predikat cumlaude IPK 4.00 pada usia 24 tahun, 11 bulan, 5 hari.
Selain meraih gelar tersebut, ternyata sosok Dika ini memiliki segudang prestasi lainnya. Apa saja? Simak kisahnya berikut ini.
Ternyata awalnya Handika tidak begitu menyukai mata pelajara fisika. Ia mengaku lebih memiliki ketertarikan terhadap bidang kesehatan.
"Pas lulus SMA sebenarnya nggak tertarik sama dunia fisika. Sebenarnya saya lebih senang ke dunia kesehatan atau ke kimia. Tapi saya sudah mencoba berbagai macam cara dan jalur tes tapi nggak keterima," tuturnya, dilansir dari detik.com, Senin (28/8/2023).
Dika mengemukakan bahwa alasannya mengambil S1 jurusan fisika karena merupakan pilihan terakhir. Ia memilih jurusan fisika setelah melihat peluang saingannya yang sedikit.
"Saya tuh udah semua jalur dicoba, mulai jalur rapor, tes di universitas. Saya coba masuk ke politeknik itu nggak masuk juga, ke Poltekkes nggak masuk juga. Sampai akhirnya bingung, tapi saya harus tetap kuliah dan orang tua pengennya di negeri. Dari sana saya mulai baca peluang nih jurusan mana yang kurang peminatnya yang kira-kira saya bisa masukin. Ketemulah fisika itu dan benar saya lulus di jalur mandiri Unnes," jelasnya.
Tempuh S2-S3 dengan Beasiswa
Selama menempuh pendidikan S2 hingga S3 di ITB, Dika mendapat beasiswa Pendidikan Magister menuju Doktor untuk Sarjana Unggul (PMDSU), yang merupakan program beasiswa bagi sarjana unggul untuk melakukan percepatan pendidikan doktor.
"Waktu itu saya dapat beasiswa PMDSU, mungkin sekarang udah enggak booming. Itu beasiswa Pendidikan Magister menuju Doktor untuk Sarjana Unggul. Bantuan beasiswa itu selama 4 tahun untuk S2 dan S3. Jadi S2 saya di ITB 1,5 tahun dan S3 saya 2,5 tahun, lulus tahun 2019," tutur Dika.
Dika mengatakan bahwa dirinya tak menyangka bisa meraih beasiswa dan melanjutkan pendidikan hingga S3, terutama mendapat penghargaan sebagai doktor fisika termuda.
"Sebenernya nggak nyangka. Bisa lanjut S2, S3, bahkan jadi dosen pun enggak nyangka. Dulu juga saya kuliah sambil kerja saat S1, part time juga. Pokoknya fokus kuliah karena ingin cepat lulus dan kerja," ungkapnya.
Sadar bahwa sebagai mahasiswa ia harus menyelesaikan pendidikan sesuai waktu yang ditentukan, akhirnya Dika berusaha mengejar ketertinggalan dan mencoba meningkatkan rasa ingin tahunya terhadap dunia fisika.
"Saya saya udah masuk ke kolam fisika, sehingga bagaimana caranya bisa sampai tepi. Akhirnya saya beli-beli buku komik tentang sains dan fisika di semester satu. Kemudian saya juga coba ngajar les fisika untuk anak-anak yang membuat saya jadi lebih mendalami fisika itu. Di situ mulai dapet feel-nya soal fisika," jelasnya.
Laporan | : | Jannah |
Editor | : | Ruslan Amrullah |