Selasa, 22 Maret 2022 - 20:12 WIB
Artikel.news, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani, Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga, hingga Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah mengisyaratkan bahwa pemerintah mengizinkan PT Pertamina (Persero) untuk menaikkan harga BBM Pertamax.
Kementerian ESDM menetapkan bahwa batas atas harga jual jenis BBM umum RON 92 untuk bulan Maret 2022 sebesar Rp 14.526 per liter. Pertamina maupun badan usaha penyalur BBM lainnya boleh menyesuaikan harga BBM RON 92 asal tak lebih dari Rp 14.526 per liter.
Hingga Pertamax saat ini Rp 9.000 per liter, jauh di bawah harga produk BBM RON 92 lainnya dari pesaing Pertamina yang berkisar Rp 11.900-Rp 12.990 per liter. Apalagi, harga Pertamax juga tidak pernah naik sejak lebih dari dua tahun terakhir.
Peneliti Sektor Energi dari Purnomo Yusgiantoro Center (PYC), Massita Ayu Cindy, menyarankan agar Pertamina menaikkan harga Pertamax ke kisaran Rp 12.000 per liter.
“Mungkin Rp 12 ribu per liter, tapi kalau mau ambil pangsa pasar kompetitor, ya di bawah itu. Tapi itu bergantung pada Pertamina dan pemegang saham (pemerintah),” ujar Massita dalam keterangan tertulis, yang dikutip dari Kumparan.com, Selasa (22/3/2022).
Massita mengatakan, PYC belum melakukan perhitungan detail untuk harga yang cocok bagi Pertamax. Namun, harga yang cocok seharusnya pada titik di mana konsumen tidak akan beralih ke energi subtitusi.
Di sisi lain, lanjut Massita, kenaikan harga Pertamax yang terlalu tinggi juga berpotensi memicu perpindahan konsumsi ke Pertalite, BBM dengan kadar oktan 90 yang tidak masuk kategori Penugasan. Pertamina dinilai juga harus melihat aspek psikologi masyarakat jika ingin menaikkan harga Pertamax sama seperti produk sejenis dari kompetitor.
“Saya khawatir konsumen akan migrasi ke Pertalite,” ujarnya.
Bila itu terjadi, lanjut Massita, tidak hanya mengganggu keuangan Pertamina tapi juga pemerintah. Hal ini dipengaruhi oleh konsumen BBM Pertamina yang majemuk. Bagi masyarakat level menengah atas, kenaikan harga Pertamax tidak akan banyak berpengaruh. Berbeda halnya dengan masyarakat menengah bawah.
“Perekonomian saat ini memang sudah mulai naik, tapi belum stabil sepenuhnya,” kata dia.
Massita mengungkapkan, sejak 2019 hingga saat ini tidak banyak perubahan yang terjadi terhadap kebijakan harga BBM. Harga dasar mengikuti Argus dan MOPS dan di evaluasi per tiga bulan. Pada 2020 ada sedikit perubahan di perumusan harga saja.
Berdasarkan kajian PYC, harga BBM sesuai harga minyak dunia menunjukkan fluktuasi global, kecuali Premium sama sekali tidak mengikuti fluktuasi harga minyak global.
Anomali terjadi sejak awal 2021, Shell sudah mulai naik, Pertamax Turbo sudah mulai naik, namun Pertamax 92 masih stagnan sampai sekarang. Padahal seharusnya Pertamax juga mengikuti harga minyak global.
“Sebetulnya BBM jenis umum kewenangan harga sepenuhnya di badan usaha. Pertamax ini kan BBM jenis umum, jadi sebetulnya harga sepenuhnya kewenangan Pertamina, “ katanya.
Arya M Sinulingga, Staf Khusus Menteri BUMN, mendukung rencana Pertamina menaikkan harga Pertamax. Dengan harga saat ini, Pertamax adalah BBM RON 92 paling murah di kelasnya yang dikonsumsi oleh pengguna kendaraan kelompok menengah atas.
“Dengan harga saat ini, Pertamina telah mensubsidi Pertamax. Dan ini jelas artinya, Pertamina subsidi mobil mewah yang memakai Pertamax,” ujar Arya.
Menurut dia, hal ini perlu kalkulasi ulang agar ada keadilan. Jangan sampai Pertamina memberi subsidi besar kepada mobil mewah yang memakai Pertamax. Pertamina disarankan untuk mengkaji ulang berapa harga yang pantas bagi Pertamax yang dikonsumsi oleh mobil mewah. “Ini untuk keadilan semua,” katanya.
Laporan | : | Jannah |
Editor | : | Ruslan Amrullah |